Cari Postingan

Terjemahkan Blog dengan klik bendera yang ada dibawah ini :

English French German Spain Italian Dutch Russian Portuguese Japanese Korean Arabic Chinese Simplified

Apa Kata Nabi tentang seorang Ibu

RASULULLAH DAN SEORANG IBU

             Pada zaman Rasulullah (saaw), ada seorang lelaki muda yang bernama Alqamah. Ia sangat rajin dalam beribadah kepada Allah. Ia sering didapati sedang mendirikan shalat dan dalam keadaan sedang berpuasa atau sering juga melihat dia ketika dia sedang memberikan sedekah kepada orang-orang miskin. Pada suatu waktu ia jatuh sakit dan sakitnya itu terus menerus memburuk. Isterinya pergi menemui Rasulullah (saaw) dan berkata, "Suamiku, Alqamah, sedang terbaring sakit. Oleh karena itulah aku datang menemuimu, ya Rasulullah! Aku ingin memberitahumu tentang sakit yang ia derita".

            Rasulullah mengirimkan seseorang untuk menemui Ammar bin Yasir, Suhaib, dan Bilal bin Rabah. Rasulullah menyuruh mereka untuk menemui Alqamah dan menugaskan mereka untuk meminta Alqamah mengulang syahadah yang pernah ia ucapkan sebelumnya. Mereka menemui Alqamah yang pada waktu itu sedang meregang nyawa dalam sakaratul maut. Mereka meminta Alqamah untuk menyebutkan "Laa illaha illa Allah", akan tetapi anehnya lidahnya terasa kelu dan ucapannya tersekat di tenggorokan. Ia tidak bisa mengucapkan kalimat yang sederhana itu; kalimat yang biasanya mengalir bak air dari mulutnya sehari-hari ketika ia sedang tidak sakit. Demi melihat itu, mereka bergegas menemui Rasulullah untuk memberitahukan hal itu. Mereka merasa keheranan mengapa Alqamah tidak bisa mengucapkan kalimat syahadah yang biasanya sangat fasih ia ucapkan. 
              Rasulullah bertanya, "Apakah salah seorang dari kedua orang tuanya masih hidup?"
Rasulullah diberitahu, "Ibunya, ya Rasulullah. Akan tetapi ia sudah terlalu tua untuk datang ke sini".

             Rasulullah kemudian menuliskan sebuah pesan kepadanya yang menyatakan apakah ia bisa datang; maka datanglah ia kepadanya. Sementara itu kalau ia tidak bisa maka hendaknya ia diam saja di rumah dan Rasulullah akan datang kepadanya. 

               Utusan Rasulullah datang menemui ibu yang sudah tua itu dan memberitahu dirinya tentang pesan yang ditulis oleh Rasulullah bagi dirinya. Si ibu tua itu berkata, "Semoga diriku menjadi tebusan bagi dirinya. Aku dengan senang hati akan datang pergi menemui Rasulullah".

              Ia berdiri dengan bertumpu kepada sebuah tongkat miliknya dan ia bergegas menemui Rasulullah dan setelah sampai ia menyapa Rasulullah memberi salam kepadanya dengan salam takzim penuh kehormatan. Rasulullah menjawab salam itu dengan penuh kelembutan dan penghormatan seperti biasanya ia lakukan walau si ibu tua itu bukan seorang yang terpandang. Rasulullah berkata, "Wahai Ummu Alqamah (ibunya Alqamah), ceritakanlah kepadaku yang sebenarnya karena kalau tidak maka Allah sendiri yang akan membukakan kebenaran itu bagiku! Ada apakah gerangan dengan anakmu (Alqamah) itu?"

             Si ibu tua itu menjawab, "Ya, Rasulullah. Alqamah, anakku, itu shalatnya banyak, puasanya banyak, dan ia juga bersedekah banyak"

              Rasulullah (saaw) bertanya, "Lalu bagaimana dengan dirimu sendiri?"
Ia berkata, "Ya Rasulullah, aku marah pada dirinya".
Rasulullah: "Mengapa?"
Ibu tua itu: "Ya, Rasulullah. Ia lebih memilih untuk menyukai dan melayani isterinya daripada diriku ini dan ia selalu membangkang terhadap diriku"
Rasulullah: "Wahai Ummu Alqamah. Sebenarnya kemarahan dirimu itu telah menghambat lidahnya Alqamah dari menyebut nama Allah. Ia lidahnya kelu untuk mengucapkan kalimah syahadah"
Rasulullah kemudian menoleh ke arah Bilal bin Rabah dan berkata: "Bilal, pergilah keluar dan kumpulkanlah beberapa ikat kayu bakar"
Ibu tua tadi kemudian bertanya, "Ya, Rasulullah. Apakah gerangan yang akan engkau perbuat?"
Rasulullah menjawab, "Aku akan bakar anakmu itu di hadapan dirimu"
Ibu tua: "Ya, Rasulullah. Dia itu anakku! Hatiku tidak bisa merelakan dirimu untuk membakar anakku di depan diriku!"
Rasulullah berkata, "Ummu Alqamah. Hukuman dari Allah itu lebih pedih dan lebih keras daripada ini dan juga lebih kekal! Oleh karena itu, apabila engkau ingin Allah mema'afkan dirinya, ampunilah dia. Demi dia yang jiwaku ada dalam genggamannya. Yang namanya shalat, puasa, dan sedekah itu sama sekali tidak ada artinya bagi Alqamah sepanjang engkau masih marah kepada dirinya!"

                Demi mendengar itu Ummu Alqamah berkata, "Ya Rasulullah. Aku akan menjadikan Allah ta'alah dan para malaikatnya juga seluruh kaum Muslimin untuk menjadi saksiku. Saksikanlah bahwa aku sekarang mema'afkan puteraku dan aku sekarang ridho kepadanya".

                 Rasulullah berkata, "Bilal, pergilah kepada Alqamah dan lihatlah apakah ia sekarang sudah bisa mengucapkan kalimah Laa illaha illa Allah. Siapa tahu Ummu Alqamah mengatakan sesuatu yang tidak disetujui oleh hatinya sendiri".

             Pergilah Bilal bin Rabah. Dan ketika sampai di rumah Alqamah, ketika ia memasuki rumah itu dari pintunya, terdengar suara Alqamah mengucapkan kalimah Laa illaha illa Allah.

               Bilal bin Rabah mengemukakan, "Benarlah rupanya ketika ibunya Alqamah marah pada dirinya, lidahnya sama sekali tidak bisa mengucapkan nama Allah. Dan sekarang karena ibunya telah ridho padanya maka lidahnya sudah terbebaskan dan bisa mengucapkan nama Allah".

             Alqamah meninggal pada hari yang sama ketika ia telah dima'afkan ibunya. Rasulullah (saaw) datang kepada Bilal dan memerintahkan Bilal untuk memandikan dan mengkafani jenazah Alqamah kemudian menshalati jenazah itu sebelum akhirnya jenazah itu dikebumikan. Rasulullah (saaw) kemudian berdiri di pinggir liang lahat seraya berkata, "Engkau telah menemani kaum Muhajirin dan Anshar, apabila ada seseorang yang menyukai ibunya atau isterinya, maka Allah dan para malaikat dan orang-orang akan mengutuknya! Allah tidak akan menerima sedekahnya dan segala kebaikannya kecuali ia telah bertaubat kepada Allah ta'ala kemudian ia berdamai dengan ibunya dan mendapatkan keridhoan darinya karena keridhoan Allah itu tergantung dari keridhoan ibunya dan kemarahan Allah itu juga tergantung dari kemarahan ibunya".

             Kita harus senantiasa menghormati dan patuh kepada kedua orang tua kita. Akan tetapi kita tidak usah mentaati mereka apabila mereka menyuruh kita untuk membangkang terhadap Allah dan RasulNya. Selain dari itu, kedua orang tua kita itu sangat layak untuk kita kasihi dan kita hormati. 

" Ya Tuhan kami, beri ampunlah aku dan kedua ibu bapakku dan sekalian orang-orang mukmin pada hari terjadinya hisab (hari kiamat)" (QS. Ibrahim: 41)


HANYA SEBANDING DENGAN PELAYANAN SEMALAM SAJA

         Seorang laki-laki bertanya kepada Rasulullah, "Ya, Rasulullah! Siapakah yang memiliki hak yang lebih besar terhadap seorang anak, apakah ibunya atau ayahnya?"

        Rasulullah menjawab, "Hak ibunya lebih besar daripada hak ayahnya". Laki-laki itu bertanya sebanyak tiga kali untuk meyakinkan dirinya, dan tiap kali ia bertanya yang sama selalu jawabnya sama. Pada kesempatan keempat, barulah jawaban Rasulullah berbeda, "Ayahnya yang selanjutnya memiliki hak atas anak itu". Dengan jawaban itu Rasulullah mengajarkan kepada kita bahwa peranan dan hak serta kehormatan yang dimiliki oleh seorang ibu itu jauh lebih besar daripada yang dimiliki oleh seorang ayah. 

         "Mengapa engkau memberikan kepada seorang ibu tiga kali hak lebih besar daripada yang diberikan kepada seorang ayah?"
Rasulullah (saaw) menjawab, "Ibumu itu membawa dirimu dalam perutnya selama 9 bulan penuh lamanya, kemudian setelah itu engkau dilahirkan. Setelah itu ibumu menggantikan haknya untuk tidur dengan hakmu untuk tidur, ia menyusuimu, menimangmu, dan memandikanmu. Selama bertahun-tahun lamanya ibumu memasak untukmu, menyuapimu, dan menyediakan makanan bagimu. Ia mencucikan baju untukmu. Ketika dirimu itu telah berusia empatpuluh tahun, limapuluh tahun bahkan enampuluh tahun, ibumu itu tetap saja memperhatikan perkembanganmu dengan penuh perhatian dan kasih sayang. Ayahmu telah menanam benihnya di rahim ibumu, menyediakan biaya untuk membeli makanan, dan ia juga menyediakan biaya untuk membeli pakaianmu. Sekarang bisakah kamu membandingkan peranan ibumu dan ayahmu. Siapakah yang memiliki peranan lebih besar?"

        "Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu-bapaknya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Ku-lah kembalimu. Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersatukan dengan Aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik, dan ikutilah jalan orang yang kembali kepada-Ku, kemudian hanya kepada-Ku-lah kembalimu, maka Ku-beritakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan". (QS. Al-Lukman: 14--15)

          Kemudian si laki-laki itu bertanya lagi-lagi, "Aku sekarang bertanya-tanya apakah aku sanggup untuk membayar segala kebaikan ibuku itu dengan bantuan dan pelayanan yang aku berikan kepadanya. Kalau itu bisa, berapa banyak bantuan dan pelayanan yang aku berikan kepadanya untuk membayar segala kebaikan yang telah ia berikan?"

           Rasulullah menjawab, "Kamu sekali-kali tidak akan bisa membayar kebaikan ibumu itu. Setiap kebaikan dan pelayanan yang engkau berikan itu hanya sepadan dengan kebaikan ibumu selama semalam!"
"Bagaimana kalau aku seandainya selalu menggendong ibuku itu di punggungku selama beberapa tahun, kemudian membersihkan dirinya, memasakkan makanan baginya, dan menyuapi makanan ke mulutnya. Kalau seandainya itu semua aku lakukan sepanjang ia masih hidup, apakah aku bisa membalas kebaikan dirinya?"

            "Tidak. Sama sekali tidak! Karena tetap saja ada perbedaan yang besar antara pelayanan yang engkau berikan dengan pelayanan yang ibumu berikan. Ibumu itu melayanimu dengan harapan agar engkau hidup dan tumbuh sehat. Sedangkan engkau melayani ibumu itu semata-mata karena ibumu itu masih hidup"

          "Ada lagi perbedaan antara engkau dan ibumu: ibumu itu merawatmu agar kamu hidup, sementara engkau melayani ibumu itu sambil menunggu kapan ibumu itu mati"


SURGA ITU ADA DI TELAPAK KAKI IBU
          Dalam bahasa Arab "perut tempat bayi bersemayam"itu disebut "rahim". Kata "rahim" itu sendiri berasal dari kata "kasih sayang". Dalam hadits disebutkan tentang 99 nama Allah yang indah-indah yang disebut dengan "Asmaul Husna". Salah satu dari Asmaul Husna itu ialah "Al-Rahim" yang berarti "Dia Yang Maha Kasih dan Sayang".

         Tiap-tiap manusia seharusnya menghormati kehadiran ibu-ibunya yang telah menjadi perantara keberadaan mereka masing-masing. Ibu-ibu kita yang pertama; mereka juga sekaligus merupakan contoh model yang patut ditiru. Setiap harinya (dari hari-hari yang kita habiskan bersama dengan mereka) adalah sebuah kesempatan untuk tumbuh dan berkembang menjadi manusia yang seutuhnya. Setiap hari yang kita habiskan sendiri tanpa mereka adalah hari yang sia-sia seperti sebuah kesempatan yang hilang dari pengamatan mata kita. 

            Dengan kata lain, hutang yang kita pinjam dari ibu kita sangatlah besar melihat betapa sulitnya ia mengandung kita selama sembilan bulan menyusahkan bangun dan tidurnya; belum lagi menjaga kita dari kecelakaan sementara kita masih ada di dalam perutnya; belum lagi perhatian besar lewat do'a-do'a yang mereka panjatkan agar kita menjadi bayi yang sehat dan tidak cacat; belum lagi perhatian dan kasih sayang yang berlimpah yang ia curahkan ketika kita belum lagi lahir ke dunia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.