Tersentak dan hanya bisa saling memandang ketika si Bungsu mengajukan permintaan disunat barengan dengan kakak sepupunya yang duduk dibangku kelas 5 SD dan kelas 2 SD. “Ayah…. Ade juga mau ikut sunat seperti kakak Husein yah.” Kalimat yang keluar dari bibir mungilnya tanpa ada perasaan takut dan khawatir.
Kami hanya bisa terdiam dan saling memandang satu sama lain. Kemudian dengan bijak suamikupun merangkul sibungsu memangkunya sambil membelai rambutnya seraya berkata “Emang adek berani nak..?”
“Iya yah…, adek kan laki-laki, laki-laki itu tidak boleh takut dan menangis kalo disunat. Kalo menangis nanti keluar darah yang banyak..”, tuturnya dengan ekspresi berani tuk meyakinan kami bahwa dia tidak takut disunat.
“Bener nih adek berani, kalo emang berani adek boleh disunat dan nanti ayah beri hadiah yang adek mau. Emang kalo habis disunat adek minta dibelikan apa nak..”. Tanya suamiku pada sibungsu
“hmm…. Adek minta dibelikan Bola, baju persisam dan jaket Indonesia yah….”. sahutnya
“Oke deh nanti ayah antar dan adek harus berani”. Setelah mendapat persetujuan dari ayahnya sikecilpun berlari keserambi depan sambil berteriak yes…. Adek dibolehkan ayah ikut sunat kak…”
Setelah mendengar diskusi mereka berdua akupun diluputi rasa khawatir yang tinggi, khawatir akan resiko yang timbul setelah sunat. Karena usia anakku pas 6 tahun tanggal 23 desember tadi. Setahuku dulu kakakku yang lelaki disunat ketika usianya memasuki usia 12 tahun dan duduk di bangku kelas 5 SD. Suamikupun membesarkan hatiku bahwa insya Allah kalo atas kemauannya sendiri semua akan baik-baik saja. Tak lama akupun menelpon teman kantor yang juga seorang perawat tuk memastikan resiko sunat laser pada anak usia 6 tahun.
Semua ini gara-gara Sunatan Massal yang akan dilangsungkan oleh organisasi yang diikuti oleh adikku dimana adikku dan suaminya sebagai panitia pelaksana Sunatan Massal yang akan dihadiri oleh Bapak Wali kota Samarinda Shahari Jaang.
Tiba hari yang ditunggu, anakku sudah bangun subuh karena mau disunat, bajupun minta dipakaikan baju koko. Tak lama kami mengantar sibungsu kelokasi penyelenggaraan sunatan Massal. Dan sesuai permintaan saya pada pihak panitia mengingat dan menimbang peserta termuda adalah anak saya, maka anakku dipanngil pada urutan pertama.
Tepukan semangat dari orang-orangpun tak menyurutkan langkahnya untuk “Disunat”. Setelah masuk ruang eksekusi, anakku berbaring dengan tenangnya. Giliran melihat peralatan medis berupa alat jepit yang berbentuk gunting dan alat suntik, gerakan refleks menutup kelaminnya dan teriakan dari mulut kecilnyapun keluar “Adek gak mau burungnya dipotong bu…”, sayapun berdikusi dengan tim medis dan mereka menjelaskan sesuatu yang membesarkan hatiku akhirnya walaupun secara paksa aku melihat sendiri proses pemotongan yang menggunakan laser tanpa mengeluarkan darah setetespun. Mulutku tak henti mengumandangkan kalimat takbir dan tahmid. “Alhamdulillah” anakku sudah melalui proses sunat tanpa suatu hambatan.
Saat keluar dari ruang medis riuh tepuk tangan penyemangat dan ucapan selamat serta acungan jempol terarah pada anakku. Berbagai macam bingkisan dan "angpao" diterimanya dari pihak panitia . Ya… tujuannya untuk penyemangat buat yang lainnya. Tak lama kamipun pulang dengan memberikan pujian sepanjang perjalanan pulang.
“Ayah, jangan lupa beli bola, beli baju persisam sama jaket indonesia ya yah…!”, teriak anakku sepanjang perjalanan. “Iya nak… tapi bolanya nanti dulu. tunggu luka sunatnya sembuh ya…?”,
“iya yah…” sahut putra Bungsuku…
01 januari 2012, hari yang takkan aku lupakan seumur hidupku bahwa putraku sudah melaksanakan 1 syariat islam yang wajib dilakukan setiap umat Muslim.
Khitan (Sunat) adalah salah satu syariat yang diwajibkan bagi umat Muslim, selain untuk menjaga kebersihan organ vital dan menimbulkan efek baik untuk kesehatan, Khitan juga merupakan sesuatu yang difithrahkan untuk manusia. Sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
الْفِطْرَةُ خَمْسٌ أَوْ خَمْسٌ مِنْ الْفِطْرَةِ الْخِتَانُ وَالِاسْتِحْدَادُ وَنَتْفُ الْإِبْطِ وَتَقْلِيمُ الْأَظْفَارِ وَقَصُّ الشَّارِبِ
Artinya: “Fithrah itu ada lima: Khitan, mencukur rambut kemaluan, mencabut bulu ketiak, memotong kuku, dan memotong kumis.“ (HR. Al-Bukhary Muslim)
Diantara kelima Fitrah (kesucian/kebersihan) yang harus dijaga oleh umat muslim yaitu mencukur rambut kemaluan, mencabut bulu ketiak, memotong kuku, dan memotong kumis adalah sunnah karena bagian tubuh yang dipotong memiliki daya regenerasi dan dapat tumbuh kembali. Namun khusus untuk Khitan adalah wajib karena bagian tubuh yang dipotong tidak memiliki daya regenerasi yaitu tidak dapat tumbuh kembali.
Sejarah khitan sendiri dimulai dengan Nabi Ibrahim (Abraham, Avraam, אַבְרָהָם, إِبْرَاهِيمُ) dan dilanjutkan / diteruskan oleh pengikutnya termasuk Nabi ‘Isa hingga ke masa kini perintah tersebut tetap diikuti oleh umat Muslim. Oleh karena itu khitan ini merupakan syari’at umat-umat sebelum kita juga.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda tentang khitannya Nabi Ibrahim:
اخْتَتَنَ إِبْرَاهِيمُ عَلَيْهِ السَّلَام وَهُوَ ابْنُ ثَمَانِينَ سَنَةً بِالْقَدُومِ
“Ibrahim ‘alaihissalam telah berkhitan dengan qadum(nama sebuah alat pemotong) sedangkan beliau berumur 80 tahun.” (HR. Al-Bukhary Muslim)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.