Satu lagi film Drama Tradisional Korea kesuakaanku, dengan judul Hwang Jin Yi, Awalnya senang dengan pakaian tradisionalnya yang santun tapi lama-kelamaan suka dengan alur cerita drama percintaan dan konflik yang ada didalamnya. jadilah film ini aku tunggu setiap hari agar tak ketinggalan tiap episodenya.
Biar gak penasaran aku pun browsing sinopsis film drama tradisional berseri ini dan aku rangkum di website ini. Bagi yang belum pernah nonton yuk simak sinopsis tiap episodenya. dibawah ini yang saya ambil dari link : http://www.indosiar.com dan Dunia Film Korea
Judul: 황진이 (黃眞伊) / Hwang Jin Yi
Judul lain: Hwang Jini / Dust Storm
Genre: Period-Traditional Drama
Jumlah Episode: 24
Wiki D-Addicts: http://wiki.d-addicts.com/Hwang_Jin_Yi
Ringkasan:
Kisah dari Hwang Jin Yi, Gisaeng termasyur di abad ke 16
pada masa Dinasti Joseon.
Kisah ini mengenai kehidupan seorang wanita dari masa
Dinasti Joseon, yang berprofesi sebagai penari, musisi, dan juga penyair, yakni
Hwang Jin Yi, yang mencari kesempurnaan dalam keahlian seninya tanpa menyerah
dan menghadapi kesulitan yang dialami oleh para wanita berdasarkan ststus
sosial mereka yang rendah.
Hwang Jin Yi adalah seorang anak tidak sah dari seorang
bangsawan dengan Heon Keum, gisaeng musisi yang terkenal. Kisah ini berpusat
pada 4 pria di kehidupan Hwang Jin Yi dan perburuannya pada seni menari. Cinta
pertamanya dengan anak seorang bangsawan, Kim Eun Ho berakhir dalam tragedi.
Hubungan cintanya dengan Kim Jung Han tidak juga berakhir bahagia. Byuk Kye Soo
adalah saudara Raja yang terobsesi padanya dan mencoba semua tipuan untuk
mendapatkannya tapi tak berhasil. Akhirnya sang pengawal pribadinya yang setia,
Yi Saeng, yang tak pernah sekalipun meninggalkannya, selalu hadir saat ia
membutuhkan bantuan. Sementara itu, ada Bu Yong, yang tidak hanya rival Hwang
Jin Yi dalam hal menari, tapi juga dalam percintaan.
Hwang Jin Yi Episode 1
Gisaeng adalah salah satu profesi
yang paling unik di Korea masa silam, dan salah satu kelompok yang cukup
terkenal adalah kelompok penghibur Song Do pimpinan Im Baek-moo. Namun meski
para anggotanya terlihat selalu tersenyum saat tampil, ternyata Song Do menyimpan
berbagai masalah.
Salah satu yang paling
memusingkan Baek-moo adalah niat mundur yang diutarakan salah satu gisaeng
andalannya yang kini telah buta Hyeon-geum. Tidak ada yang tahu, Hyeun-geum
sendiri ternyata memiliki seorang putri yang berhasil diungsikannya ke sebuah
biara : Hwang Ji-ni.
Meski dididik oleh para biksu,
Ji-ni sendiri dikenal memiliki kemauan yang sangat keras dan rela melakukan apa
saja bila sudah menginginkan sesuatu. Hal terakhir yang dilakukannya adalah
melakukan gerakan menyembah sebanyak 3000 kali supaya diijinkan untuk datang ke
kota dan melihat keramaian. Harapannya cuma satu : bisa mengenali sang ibu yang
tidak pernah dilihatnya.
Meski yang terakhir tidak bisa
dilakukan, ada satu hal yang langsung membekas di ingatan Ji-ni : dengan mata
kepalanya sendiri, ia akhirnya bisa melihat sekumpulan perempuan cantik yang
melintas dengan pakaian indah nan harum. Sempat tidak sengaja melihat aksi
kelompok gisaeng, Ji-ni nekat mengulangi sejumlah gerakan tarian sehingga
berulang kali mendapat hukuman.
Di tempat lain, Baek-moo sedang
menghadapi dilema karena saat diminta menghibur utusan dinasti Ming, di tengah
pertunjukan kelompok penghibur istana pimpinan Mae-hyang tiba-tiba menyeruak
masuk dan mengambil alih acara. Sadar kalau Mae-hyang takut posisinya direbut,
Baek-moo tidak berkutik karena tahu kalau kekuatan kelompoknya masih belum
sebanding dengan kelompok istana yang memiliki si kecil Bu-young sebagai penari
potensial.
Satu-satunya harapan adalah
merekrut gadis-gadis muda untuk dilatih menjadi gisaeng andalan, dan secara
kebetulan Ji-ni (yang berhasil kabur dari biara) melihat pengumuman tersebut
dan berniat mendaftar. Sempat ditolak masuk, aksi Ji-ni yang berusaha meniru
tarian secara tidak sengaja dilihat oleh Baek-moo.
Sang pimpinan kelompok Song Do
makin terpesona saat tahu kalau Ji-ni mampu menghapal gerakan tersebut dengan
hanya sekali lihat. Baru saja berniat untuk menawarkan bergabung, muncul
pimpinan biara yang langsung membawa Ji-ni pulang. Dasar keras kepala, gadis
cilik itu menolak makan dan minum selama nyaris tiga hari saat berada dalam
kurungan.
Niatnya cuma satu : bergabung
dengan kelompok Song Do. Bingung dengan keteguhan hati Ji-ni, kepala biara
mendatangi kediaman Hyeon-geum untuk memberitahu kondisi terakhir sang putri.
Apes bagi mereka, pembicaraan tersebut terdengar oleh Baek-moo, yang langsung
memerintahkan para pengawal untuk menjemput Ji-ni yang dikurung.
Saat tiba di biara, Ji-ni teryata
sudah tidak ada sehingga Baek-moo mengira kalau Hyeon-geum yang telah menyembunyikan
sang putri. Dipukuli didepan gisaeng lain karena tidak mau mengaku,
sekonyong-konyong Ji-ni malah muncul didepan kediaman kelompok Song Do.
Baek-moo langsung tersenyum
lebar, dan dengan tatapan wajah penuh arti menawarkan Ji-ni untuk bergabung.
Sementara itu dibelakang mereka, Hyeon-geum yang terlihat begitu lemas terus
berteriak dengan pilu supaya sang putri, yang tidak mengenalinya, menolak.
Hwang Jin Yi – Episode 02
Sudah tentu, niat tersebut malah
membuat Ji-ni terpukul demi melihat ibu yang telah melahirkannya menolak untuk
mengakui keberadaan gadis cilik itu. Hyeon-geum sendiri sempat meloloskan diri
dari penjara untuk menemui Baek-moo sambil memohon sang guru untuk melepas
putrinya, namun sudah tentu permintaan itu ditolak.
Dalam keadaan sedih, Ji-ni yang
sedang berjalan-jalan di taman bertemu dengan salah satu orang kepercayaan
Baek-moo. Dari pria berjanggut lebat itu, ia akhirnya tahu asal-usul percintaan
terlarang Hyeon-geum dengan seorang pria dari kalangan ningrat yang
menghasilkan dirinya hingga alasan kebutaan sang ibu. Keruan saja, gadis cilik
itu makin merasa kehadirannya di dunia sama sekali tidak diinginkan.
Meski terlihat keras, namun
Baek-moo ternyata sangat menyayangi Hyeon-geum sampai-sampai memohon pada
pejabat untuk melepas salah satu gisaeng andalannya tersebut. Padahal, hukuman
bagi pelanggaran yang dilakukan perempuan itu adalah dibuang.
Baek-moo tidak sadar,
kenekatannya untuk menyelamatkan Hyeon-geum malah membuat sang pejabat berniat
untuk menggeser posisinya sebagai pimpinan kelompok Song Do dan menggantinya
dengan gisaeng senior lain. Dasar nekat, Hyeon-geum yang baru dilepaskan dari
penjara memaksa untuk bertemu Ji-ni.
Dengan penuh cucuran air mata,
anak dan ibu akhirnya bertemu muka secara langsung. Bisa dibayangkan, bagaimana
perasaan Hyeon-geum ketika Ji-ni menyebut tidak akan pernah melupakan wangi
tubuh perempuan itu dan dengan tatapan mata sendu memanggilnya dengan sebutan
ibu. Tangis Hyeon-geum langsung meledak, ia tidak dapat menahan diri untuk
memeluk sang putri yang begitu dicintainya.
Tahu kalau Ji-ni bakal memulai
pelatihan sebagai calon gisaeng, Hyeon-geum bertekad untuk bisa berada
disamping putrinya dan akhirnya pasrah dengan jalan hidup yang tidak bisa
dihindari. Di awal ajaran, Baek-moo langsung menekankan satu hal penting bagi
para calon penerusnya : melupakan keinginan untuk menjadi istri bagi seorang
pria sekaligus melepas emosi.
Dengan mata terbelalak, Ji-ni
menyaksikan sebuah pintu menuju dunia baru seakan dibukakan untuknya mulai dari
kemewahan pakaian, keindahan musik, hingga tarian yang mampu menggetarkan
siapapun yang menyaksikan. Untuk menguasai dua hal terakhir, Baek-moo
mengajarkan pada murid-muridnya cara melatih pernapasan dengan menyelam selama
jangka waktu yang telah ditentukan.
Tidak terasa beberapa tahun
berlalu, dan Ji-ni telah menjelma menjadi gadis remaja yang cantik. Saat
bersama rekan-rekannya berlatih di air terjun dibawah pengawasan Baek-moo,
terjadi sebuah insiden dimana segerombolan pelajar yang salah satunya adalah
pelajar tampan Kim Eun-hoo mengintip dan berusaha mencuri pakaian. Niat
tersebut buyar karena Eun-ho terpesona oleh kecantikan Ji-ni. Kehadiran para
pemuda pelajar yang tidak diundang itu kontan membuat para calon gisaeng
histeris ketakutan, yang malah membuat mereka dihukum oleh Baek-moo karena
dianggap melupakan aturan pertama yaitu menutupi emosi dari siapapun. Bisa
ditebak siapa yang paling keras kepala : Ji-ni. Ia menolak ajaran itu meski
untuk itu harus dihukum pukulan dengan kayu di bagian betis.
Tumbuh besar dengan Hyeon-geum
disampingnya, Ji-ni langsung merengut ketika sang ibu berusaha membujuknya
untuk meninggalkan Song Do dan hidup normal, ucapan yang telah disampaikan
sejak mereka kembali bersama. Dengan wajah penuh keyakinan, ia menyebut sudah
bahagia bisa hidup seperti sekarang dan tidak butuh pernikahan atau status.
Namun didalam hatinya, perasaan
Ji-ni berkecamuk hebat yang kemudian dilampiaskannya lewat lukisan bambu nan
artistik. Saat hendak membuang gambar yang disebut menunjukkan emosinya yang
tidak stabil, gadis itu kembali bertemu dengan Eun-ho.
Hwang Jin Yi – Episode 03
Hal serupa ternyata juga terjadi
pada Ji-ni, yang bahkan berani membantah perkataan Baek-moo saat diajarkan cara
menuangkan arak kedalam cangkir. Komentarnya yang menyebut latihan tata-krama
tidak terlalu penting membuat murka sang guru, dan bisa ditebak hukuman apa
yang diberikan : sabetan di kaki.
Di saat diam-diam masih
memikirkan Eun-ho, nasib kembali mempertemukan mereka ketika pemuda yang juga
begitu terpesona pada Ji-ni itu datang ke tempat kelompok So Dong bersama sang
ayah yang adalah seorang pejabat terkemuka dan salah seorang sahabatnya. Dengan
pikiran kalut, Eun-ho belakangan memutuskan untuk kembali ke rumah dengan
alasan sedang memikirkan ibunya yang sendirian.
Di kediaman kelompok So Dong
sendiri, Ji-ni mempunyai seorang sahabat bernama Gae-dong yang ceroboh dan
kerap memecahkan guci. Untuk membujuk sang sahabat, perempuan itu nekat
mengajaknya masuk ke kediaman salah seorang bawahan Baek-moo demi menggunakan
alat rias. Berhasil membuat Gae-dong tersenyum lewat nama baru yang diberikan
Ji-ni, keduanya akhirya ketahuan dan dihukum.
Pelajaran yang paling ditunggu
Ji-ni yaitu menari akhirnya tiba, namun siapa sangka ia malah berulang kali
dimarahi Baek-moo karena dianggap tidak luwes. Mendengarkan masukan sang guru
dengan seksama, Ji-ni sampai nekat menggunakan arak mahal demi melatih kelenturan
kakinya saat menari.
Masih merasa tidak dapat
menemukan perasaan yang pas saat melangkahkan kaki, Ji-ni mengambil cara yang
lebih ekstrim : menemui seorang pria untuk melatihnya berjalan diatas seuntai
tali, keahlian yang justru biasanya didalami kaum pria.
Tidak cuma itu, Ji-ni bahkan
nekat menyelinap keluar dari rombongan calon gisaeng yang sedang
melihat-lihat keadaan pasar demi memenuhi janjinya tampil didepan umum dengan berjalan diatas seuntai tali sambil memegang kipas. Sayang, aksinya terhenti demi melihat kemunculan Baek-moo, dan saat terjatuh sambil ditahan Eun-ho yang berusaha menolong, bibir keduanya secara tidak sengaja bersentuhan.
melihat-lihat keadaan pasar demi memenuhi janjinya tampil didepan umum dengan berjalan diatas seuntai tali sambil memegang kipas. Sayang, aksinya terhenti demi melihat kemunculan Baek-moo, dan saat terjatuh sambil ditahan Eun-ho yang berusaha menolong, bibir keduanya secara tidak sengaja bersentuhan.
Sentuhan bibir yang tidak sengaja
itu membuat Eun-ho semakin penasaran untuk bertemu Ji-ni, dan untungnya ia mendapat
bantuan dari Gae-dong, yang sengaja menuntun sang sahabat untuk bertemu pujaan
hatinya. Menerima surat yang ditulis Eun-ho melalui perantara, dengan lantang
Ji-ni menyebut kalau isi surat tersebut adalah jiplakan dari sebuah puisi
terkenal.
Sempat merasa malu dan putus asa,
semangat Eun-ho langsung bangkit saat si calon gisaeng menyebut kalau dirinya
memiliki keahlian sebagai seorang penyair. Setelah suasana kaku cair, Eun-ho
dan Ji-ni berjalan-jalan di pinggir sebuah air terjun. Rupanya, bambu yang
pernah digambar calon gisaeng itu telah mengakar kuat di putra pejabat
tersebut.
Hwang Jin Yi – Episode 04
Saat dipanggil, Ji-ni terkejut
saat mendengar kalau Baek-moo ternyata sudah tahu dengan aksinya berjalan
diatas tali saat berada di pasar. Namun yang lebih terkejut lagi adalah
Baek-moo begitu mendengar apa alasan Ji-ni melatih aksi yang menurutnya tidak
berguna itu : melatih konsentrasi terutama dibagian kaki.
Sadar kalau bakat Ji-ni sangat sayang untuk disia-siakan terutama setelah sekian tahun bersama, Baek-moo yang dipanggil oleh petinggi istana mengusulkan untuk diadakan kompetisi antara kelompok perempuan penghibur dimana si pemenang bisa menjadi kepala kelompok lain. Sudah tentu, usul tersebut membuat musuh bebuyutannya Mae-hyang marah besar.
Sikap permusuhan tidak cuma
ditunjukkan oleh Mae-hyang tapi juga oleh Bu-young, muridnya yang kini telah
tumbuh dewasa. Karena itu, mereka sangat terkejut mendengar ungkapan Ji-ni yang
menyebut tidak perduli akan menang-kalah tapi berharap bisa mendapat hadiah
utama dari putra mahkota. Sambil menunggu, Ji-ni mendapat pelajaran filosofi
berharga tentang arti menjadi gisaeng dari Baek-moo.
Begitu kembali, Baek-moo langsung
mempersiapkan murid-muridnya untuk kompetisi. Salah satu yang paling serius
adalah Ji-ni, yang bahkan rela menolak bertemu dengan Eun-ho yang sudah
memendam kerinduan. Lewat perantaraan Gae-dong, gadis itu menyebut tidak bisa
bertemu Eun-ho lagi.
Penolakan tersebut membuat Eun-ho
patah semangat, ia bahkan berani melawan perintah gurunya sehingga mendapat
hukuman sabetan. Bahkan didepan pembantunya, pemuda itu sampai menitikkan air
mata. Keruan saja, Ji-ni yang mendengar hal itu merasa bersalah dan memutuskan
untuk menemui Eun-ho sambil membawa harpanya.
Keduanya menghabiskan waktu
seharian bersama-sama, Ji-ni memetik harpa sementara Eun-ho melukis sosok gadis
itu yang sedang bermain musik. Ketika kembali, kebahagiaan Ji-ni bisa dirasakan
oleh sang ibu Hyeun-geum. Mampu merasakan kalau sang putri sedang jatuh cinta,
wajah Hyeun-geum berubah kuatir ketika Ji-ni mulai menanyakan soal ayahnya dan
apakah bisa seorang gisaeng tetap menghibur sekaligus menjadi istri seorang
pria.
Tahu akan betapa pekanya perasaan
Hyeun-geum, Ji-ni berpesan pada Gae-dong untuk tidak membocorkan perasaan
bahagianya pada sang ibu. Namun dasar Gae-dong, ia malah tidak sengaja
membocorkan rahasia tersebut kepada Hyeun-geum saat dirinya dipanggil
menghadap.
Kepada asisten Baek-moo yang
kerap melindunginya, Hyeun-geum memohon sang sahabat untuk menyelidiki
ketulusan pemuda misterius yang telah mencuri hati Ji-ni. Di tempat lain,
Eun-ho yang langsung terpesona melihat tarian Ji-ni meminta gadis itu untuk
tidak menari bagi orang lain selain dirinya.
Ketika berjalan pulang, terjadi
dua hal pada diri Eun-ho. Yang pertama adalah pertemuannya dengan asisten
Baek-moo yang menanyakan sejauh mana keseriusan hubungannya dengan Ji-ni,
sementara yang kedua adalah percintaannya yang diketahui oleh ibunya. Yang
terakhir cukup fatal, pasalnya sang ibu memutuskan untuk melabrak Ji-ni.
Hwang Jin Yi – Episode 05
Geram mendengar Ji-ni berani
membantah bahkan menyerang balik dengan mengatakan bahwa Eun-ho yang lebih dulu
mengiriminya puisi, ibu Eun-ho langsung mengambil sebaskom air panas dan
menyiramkannya ke Ji-ni. Siapa sangka, muncul Baek-moo yang langsung melindungi
Ji-ni dengan tubuhnya.
Ji-ni langsung mencucurkan air
mata melihat sang guru tanpa malu-malu bersimpuh dihadapan kaki ibu Eun-ho, dan
yang lebih menyakitkan lagi, pemuda yang mulai disukainya itu hanya bisa
berdiri mematung tanpa berbuat apa-apa. Saat mengobati luka bakar di punggung
Baek-mo, Ji-ni mendapat nasehat berharga tentang kehidupan seorang gisaeng.
Sudah tentu, yang paling kuatir
dengan keadaan Ji-ni adalah ibunya Hyeon-geum, yang sadar kalau cinta putrinya
dan Eun-ho tidak cukup kuat. Belakangan, ia dipanggil oleh Gae-yeon tunangan
Eun-ho yang putri petinggi wilayah sekaligus gadis yang pernah ditemui Ji-ni di
perpustakaan, yang memberi ultimatum supaya insiden yang terjadi tidak sampai
di kuping sang ayah.
Melihat muridnya terduduk sedih
sambil menangis, Bak-moo mendatangi Ji-ni dan mengajarinya sebuah tarian sulit
untuk mengatasi rasa cinta pertamanya. Sementara itu di kediaman kelompok,
Mae-hyang melatih murid-muridnya dengan keras sambil memperhatikan Bu-yong yang
memang memiliki bakat besar dalam hal menari.
Ambisinya cuma satu : ia tidak
ingin murid kesayangannya itu kalah bersaing dengan Ji-ni yang sudah berani
menyebut impiannya untuk bisa mendapatkan hadiah dari pihak kerajaan. Namun,
yang paling diharapkan Mae-hyan adalah supaya Bu-yong bisa memikat Byeok
Gae-soo, kerabat kerajaan yang memiliki wawasan luas dan diduga bakal menjadi
ketua dewan juri kompetisi antar kelompok penghibur.
Dasar sudah kehilangan akal
sehat, Eun-ho nekat mendatangi kediaman kelompok Song Do u
ntuk bertemu Ji-ni setelah sebelumnya menitipkan surat perpisahan ke Gae-yeon. Untungnya, kenekatan itu bisa diatasi oleh pengawal Baek-moo yang juga bertugas menjaga Hyeon-geum. Kenekatan Eun-ho ternyata harus dibayar mahal. Saat pulang, ia mendapati sang ibu telah memerintahkan pengawal untuk memukuli Duk-pal pria yang biasa mengiringinya. Kejadian itu membuat mata Eun-ho semakin terbuka akan hidup tentang status yang berlaku di Korea, dan merasa semakin sedih dengan kenyataan.
ntuk bertemu Ji-ni setelah sebelumnya menitipkan surat perpisahan ke Gae-yeon. Untungnya, kenekatan itu bisa diatasi oleh pengawal Baek-moo yang juga bertugas menjaga Hyeon-geum. Kenekatan Eun-ho ternyata harus dibayar mahal. Saat pulang, ia mendapati sang ibu telah memerintahkan pengawal untuk memukuli Duk-pal pria yang biasa mengiringinya. Kejadian itu membuat mata Eun-ho semakin terbuka akan hidup tentang status yang berlaku di Korea, dan merasa semakin sedih dengan kenyataan.
Melihat kesungguhan hati sang
majikan, Duk-pal luluh dan menyebut siap mengantarkan surat kepada Ji-ni. Dasar
nekat, Ji-ni memutuskan untuk menemui Eun-ho yang diharapkannya untuk terakhir
kali. Saat berjalan menuju tempat yang disepakati, betapa terkejutnya Ji-ni
melihat jalanan telah ditaburi bunga yang indah dan di pondok, ada sebuah tali
yang diujungnya terdapat cincin yang menunjukkan keseriusan cinta Eun-ho.
Hwang Jin Yi – Episode 06
Kepada Ji-ni, Eun-ho meminta maaf
atas perlakuan ibunya dan meminta gadis yang dicintainya itu mengerti akan
penderitaan sang ibu yang selama hidupnya memendam kepedihan. Sambil meminta
Ji-ni menunggunya, Eun-ho berjanji akan memberi pengertian supaya bisa meminang
Ji-ni.
Eun-ho tidak sadar kalau
posisinya justru semakin berbahaya, pasalnya Gae-yeon yang sudah tidak tahan
lagi akhirnya menyampaikan surat yang ditulis pemuda itu pada ibunya. Bisa
ditebak, niat Eun-ho untuk melamar Ji-ni langsung mendapat tentangan dari sang
ibu yang tanpa sungkan-sungkan menghina status Ji-ni sebagai seorang perempuan
penghibur.
Di kediaman kelompok Song Do,
akhirnya diumumkan bahwa kompetisi perempuan penghibur akan digelar dalam waktu
dekat namun sebelumnya mereka harus terlebih dahulu menghibur para tamu di
kediaman gubernur wilayah. Sudah tentu selain aroma persaingan yang makin
tinggi, masing-masing peserta juga merasa cemas.
Dipanggil oleh istri pejabat Kim
yang tak lain adalah ibu Eun-ho, Baek-moo kembali dipersalahkan atas kekisruhan
yang terjadi pada Eun-ho. Siapa sangka meski dianggap berstatus sebagai
perempuan dari kasta yang lebih rendah, pimpinan kelompok Song Do itu mampu
memberi jawaban telak yang langsung membuat ibu Eun-ho terdiam.
Di ibukota, Bu-yong secara mengejutkan
berani mengkritik pilihan vas bunga Byeok Gae-soo, kerabat sekaligus orang
kepercayaan raja yang dikenal memiliki perasaan seni yang tinggi. Langsung
terkesan dengan kecerdasan gadis muda itu, Gae-soo langsung mengiyakan ketika
Bu-yong meminta supaya ia ditunjuk untuk melayani pria itu saat pesta. Siapa
sangka, semua ternyata merupakan rencana Bu-yong untuk memenangkan persaingan.
Dengan hati yang kalut karena
memikirkan kompetisi dan Eun-ho yang dicintainya, Ji-ni memeluk Hyeon-geum yang
sedang mencarinya. Saat keduanya berbincang-bincang dengan santai, Ji-ni
menyebut siap menempuh konsekuensi dari pilihan hidupnya. Sadar kalau sang
putri sedang gundah, Hyeon-geum mengingatkan Ji-ni akan cintanya dan Eun-ho yang
begitu lemah.
Kegundahan hati Ji-ni juga bisa
dirasakan oleh salah seorang calon gisaeng Sum-sum, yang sebenarnya juga punya
masalah yang tak kalah pelik. Demi mengalihkan pikiran, gadis itu mengajak
Ji-ni untuk menari bersama. Siapa sangka, lewat tarian keduanya sama-sama
berhasil mengeluarkan air mata meski itu tidak berarti kegundahan berakhir.
Niat Eun-ho untuk menjadikan
istri semakin bulat, bahkan sang ibu yang telah berus
aha menasehatinya secara baik-baik tidak lagi didengarkan. Meski tahu kalau bakal kehilangan posisi terhormat, ia rela melepas semuanya demi bersama Ji-ni. Tidak cuma itu, ia bahkan menemui Gae-yeon, meminta maaf, sambil menyebut tidak bisa bersama sang tunangan lagi.
aha menasehatinya secara baik-baik tidak lagi didengarkan. Meski tahu kalau bakal kehilangan posisi terhormat, ia rela melepas semuanya demi bersama Ji-ni. Tidak cuma itu, ia bahkan menemui Gae-yeon, meminta maaf, sambil menyebut tidak bisa bersama sang tunangan lagi.
Memanggil Ji-ni untuk menemuinya,
Gae-yeon menyebut siap menerima gadis itu sebagai istri kedua walau hatinya
sakit. Siapa sangka, tawaran itu ditolak Ji-ni yang menyebut bahwa hati tidak
bisa dibagi. Sama-sama terluka oleh kenyataan hidup dimana status memegang
peranan utama, Gae-yeon dan Ji-ni berpisah dengan hati yang sama-sama panas.
Ji-ni sendiri bukannya tidak
mengerti akan hancurnya perasaan Geun-yeon yang tidak diterima oleh pria yang
dicintainya. Kembali menemui Eun-ho sambi meminta pemuda itu mau melepaskan
cintanya supaya tidak terjerumus dalam kesulitan, jawaban Eun-ho membuat
dirinya semakin menghadapi dilema.
Hwang Jin Yi – Episode 07
Baek-moo yang pertama kali
diberitahu mengira kalau Ji-ni hanya emosi sesaat, namun wajahnya langsung
berubah ketika sang murid memperlihatkan tali harpa yang telah putus. Menyebut
kalau hanya ingin menjadi pelayan biasa, Ji-ni terkejut ketika mendengar
Baek-moo menyetujui permintaannya.
Namun sebagai syaratnya, Ji-ni
harus menghadiri pesta yang digelar oleh gubernur wilayah (yang juga ayah
Gae-yeon) dimana banyak pejabat hadir. Selain menari, ia juga harus melepas
tali rambutnya, yang menandakan penyerahan malam pertama seorang gisaeng pada
pria. Sudah tentu permintaan itu ditolak, namun Baek-moo dengan tegas
mengatakan bahwa bila Eun-ho serius, maka pemuda itu akan berusaha untuk
bersaing mendapatkan Ji-ni.
Meski terlihat kejam, Baek-moo
ternyata punya maksud baik yaitu menguji sejauh mana Eun-ho mencintai Ji-ni.
Hyeon-geum sendiri sempat protes mendengar perlakuan yang diberikan pada sang
putri, namun hanya bisa terdiam karena penjelasan yang disampaikan Baek-moo
sangat masuk akal.
Bisa dibayangkan, bagaimana
sedihnya Ji-ni ketika mendengar tubuhnya dijadikan taruhan (terutama setelah
dengan mata kepala sendiri melihat bagaimana Eun-ho berusaha keras belajar
menjadi orang biasa). Yang paling merasa bersalah adalah Hyeon-geum, yang
sambil memeluk Ji-ni meminta maaf karena sang putri dilahirkan dari rahim
seorang gisaeng.
Tidak ingin Ji-ni bernasib sama
dengannya, Hyeon-geum dan pria yang biasa mendampinginya memutuskan untuk
menemui Eun-ho dan memberitahu apa yang bakal terjadi. Dengan wajah yang tegas,
Eun-ho menolak menjadikan Ji-ni sebagai selir, salah satu opsi yang paling
mungkin dilakukan, dan menyebut bakal sekuat tenaga membujuk kedua orangtuanya
untuk menerima gadis itu sebelum semuanya terlambat.
Kekuatiran Eun-ho makin menjadi
ketika mendengar kabar dari Gae-dong kalau Ji-ni dan beberapa calon gisaeng
lainnya pindah ke tempat terpencil untuk berlatih keras. Rupanya Baek-moo tidak
main-main, ia benar-benar menggembleng murid-muridnya dengan sejumlah latihan
berat yang bahkan mampu membuat Mae-hyang ketar-ketir.
Kekuatiran Mae-hyang sendiri
cukup beralasan, rupanya Baek-moo bakal melakukan tarian burung bangau yang
diciptakan oleh guru mereka dan dijamin bakal membuat siapapun yang melihat
terpukau. Bu-young yang mendengarkan penuturan gurunya semakin kuatir, apalagi
ketika diberitahu kalau tarian legendaris tersebut bisa mengancam keinginan
mereka memenangkan kompetisi.
Dasar licik, Mae-hyang memutuskan
untuk mencuri start dengan menampilkan tarian murid-muridnya didepan para
pejabat yang salah satunya adalah Gae-soo. Siapa sangka, aksi tersebut hanya
mendapat tanggapan dingin dari Gae-soo yang dikenal memiliki cita rasa seni
tinggi sambil menyebut bahwa aksi tersebut sama sekali tidak menarik.
Sementara itu di pinggir air
terjun, latihan keras ala Baek-moo masih terus berlanjut. Meski sangat
menderita, Ji-ni menjadi satu-satunya murid yang masih bertahan dalam posisi
digantung dengan keringat yang semakin deras menetes sambil terus melakukan
gerakan bangau yang diminta sang guru.
Berkat nasehat sang guru,
Bu-young akhirnya sukses memikat Gae-soo namun sayang kesalahan fatal dilakukan
gadis itu. Saat si mangsa telah berhasil ditangkap, Bu-young malah menyampaikan
permintaan yang membuat Gae-soo berkata dengan pedas kalau dirinya paling benci
dengan perempuan yang haus kekuasaan.
Hwang Jin Yi – Episode 08
Bisa dibayangkan, bagaimana
kagetnya gubernur mendapatkan surat dari Eun-ho. Meski telah mengalah dengan
menyebut kalau Eun-ho boleh memiliki Ji-ni namun tetap harus menikahi Gae-yeon,
pria itu tidak berkutik ketika EUn-ho menolak dan menyebut kalau hanya Ji-ni
yang ada dihatinya.
Tidak kehabisan akal, gubernur
malah memerintahkan para pengawalnya untuk menangkap dan mengeksekusi Ji-ni.
Untungnya di saat genting, muncul Baek-moo yang berhasil membuat para pengawal
mengurungkan niat. Tidak cuma tegas, Baek-moo ternyata juga sangat mahir
berdiplomasi karena pendapatnya berhasil mempengaruhi gubernur. Saat kembali,
pimpinan kelompok Song Do itu kembali menantang Ji-ni untuk melepas cintanya.
Rupanya Baek-moo punya tujuan
lain lewat latihan berat yang diberikannya pada murid-murid. Sadar kalau tarian
bangau sangat sulit hingga bahkan dirinya yang telah berlatih puluhan tahun
tidak mampu menguasai, Baek-moo berharap bahwa gemblengannya paling tidak mampu
membuat para calon gisaeng terutama Ji-ni mampu menari dengan cara yang
berbeda.
Tidak sadar kalau ibu Eun-ho
menyiapkan siasat licik untuk memisahkan dirinya dan pria yang dicintainya itu,
Ji-ni kembali ke biara tempat ia dibesarkan untuk melakukan penyembahan
sebanyak tiga ribu kali seperti yang telah dilakukannya saat kecil. Tidak cuma
itu, biksu yang telah membesarkannya dengan disiplin bahkan memberi Ji-ni nama
baru : Myeong-wol.
Kembali menghadap untuk
memuluskan niatnya menikahi Ji-ni, Eun-ho diberitahu bahwa ia harus mendapat
ijin dari kedua orangtuanya yang sedang berada di ibukota kerajaan. Rupanya,
itu bagian dari strategi gubernur demi memuluskan kehadiran Ji-ni di pesta.
Setelah mendengar penuturan itu, Baek-moo cuma bisa termenung karena sadar
kalau keadaan bakal menjadi lebih sulit bagi Ji-ni dan Eun-hoo.
Ambisi Bu-young akan kekuasaan
yang begitu besar akhirnya membuat gadis itu kena batunya. Berdandan cantik dan
mengira bakal kembali dipertemukan dengan Gae-soo, ia sangat terkejut saat tahu
bakal memberikan malam pertamanya pada pria tua pemabuk. Rupanya, itulah
hukuman yang diberikan oleh Mae-hyang atas tindakan gegabah sang murid yang
dianggapnya sebagai pengkhianatan.
Di kediaman kelompok So Dong
sendiri, para calon gisaeng tidak bisa tidur karena berdebar memikirkan apa
yang bakal terjadi saat rambut disasak tinggi, yang berarti kalau mereka telah
memberikan malam pertama pada seorang pria, keesokan harinya. Siapa sangka, di
malam itu terjadi tragedi : Sum-sum yang sudah tidak sanggup lagi menahan
kepedihan hati gantung diri.
Bisa dibayangkan, bagaimana
besarnya pukulan mental yang dirasakan oleh murid-murid Baek-moo, yang
sebetulnya juga terpukul namun terpaksa mengambil keputusan drastis.
Pemandangan memilukan dirasakan oleh Jang-yi, pria yang terus mencintai Sum-sum
tanpa syarat, yang harus membopong tubuh gadis yang dicintainya yang masih
memegang erat pita yang diberikan.
Melihat nasib tragis yang menimpa
sahabatnya, Ji-ni mulai mmpertanyakan apa arti cinta. Namun apapun yang
terjadi, semua tetap harus dijalankan dan para calon gisaeng harus tetap hadir
di pesta untuk menghibur para pejabat. Keadaan semakin panas setelah Eun-ho
yang baru sadar kalau dirinya dibohongi bergegas pulang untuk menemui Ji-ni.
Tidak cuma harus melihat Ji-ni
menari dihadapan para pembesar yang kebanyakan telah berusia lanjut, pukulan
terberat didapat Eun-ho saat melihat sang ayah justru tergiur pada Ji-ni dan
berniat mengambil tali rambut (yang juga berarti berhak untuk menghabiskan
malam pertama bersama) Ji-ni.
Hwang Jin Yi – Episode 09
Begitu Eun-ho maju, Baek-moo langsung
menyerahkan sebilah pedang karena sebelumnya telah menyebut kalau siapapun yang
keberatan maka ia harus berduel dengan pria yang berhasil mendapatkan pita
rambut calon gisaeng pilihannya. Dalam keadaan terguncang, Eun-ho meletakkan
pedangnya dan pergi.
Bisa dibayangkan, bagaimana
pedihnya hati Ji-ni melihat pria yang dicintai tidak membelanya sehingga tidak
ada pilihan lain selain menyerahkan harta yang paling berharganya pada ayah
Eun-ho. Beruntung di malam hari, Ji-ni ditolong oleh Hyeon-geum, yang memasukkan
obat tidur ke minuman pejabat Kim.
Di tempat lain, Yi Saeng yang
terus mendampingi Hyeon-geum juga mendatangi Eun-ho dan memintanya untuk
membawa Ji-ni lari. Seperti yang bisa ditebak, baik Eun-ho maupun Ji-ni
sama-sama menolak karena sadar kalau cinta mereka tidak bisa dipertahankan.
Namun, pikiran Eun-ho berubah saat diberitahu kalau Ji-ni telah mempertaruhkan
semua demi dirinya.
Dasar apes, saat berusaha
melarikan diri Eun-ho malah dicegat sang ibu, yang menyebut kalau sang putra
boleh pergi setelah dirinya mati. Rupanya, rencana tersebut ketahuan akibat
pemberitahuan Gae-dong yang diiming-imingi bakal dipromosikan jadi gisaeng oleh
Baek-moo. Nama terakhir sendiri cuma memikirkan satu hal : ia tidak ingin Ji-ni
hidup menderita sebagai rakyat jelata.
Keruan saja, Eun-ho hanya bisa
duduk bersimpuh ditengah derasnya hujan dan begitu pula dengan Ji-ni, yang
duduk sambil gemetar dibawah pohon demi menanti kehadiran pria yang
dicintainya. Dengan susah-payah, Yi Saeng berhasil menemukan
gadis malang itu, yang akibat demam tinggi akhirnya pingsan.
gadis malang itu, yang akibat demam tinggi akhirnya pingsan.
Beruntung bagi Ji-ni, pejabat Kim
tidak menyadari apa yang terjadi karena Baek-moo mampu memberikan siasat jitu
meski untuk itu ia dihukum berat oleh sang guru. Namun nasib malang dirasakan
oleh Eun-ho, yang akhirnya muntah darah dan jatuh sakit akibat tidak mampu
menahan rasa perih dihatinya.
Tidak memperdulikan kondisi
tubuhnya, Eun-ho mendatangi kediaman kelompok Song Do dan bertemu Ji-ni.
Sama-sama merasakan penderitaan yang begitu hebat, Ji-ni yang sudah kadung
sakit hati meminta Eun-ho untuk tidak lagi datang menemuinya sambil
mengembalikan cincin yang pernah diberikan pemuda itu.
Pukulan batin yang didapat
membuat penyakit Eun-ho makin parah, sambil bergumam ia mengutarakan penyesalan
telah bertindak gegabah dengan melontarkan janji yang tidak bisa ditepati pada
perempuan yang dicintainya. Sadar kalau umurnya tidak lama lagi, Eun-ho minta
Duk-pal mengantarnya ke tempat dimana ia kerap bertemu Ji-ni dan sambil
meneteskan air mata, pemuda itu akhirnya meninggal sambil membawa sejuta
kepedihan.
Membawa peti mati berisi Eun-ho
melewati kediaman kelompok Song Do, secara mengejutkan gerobak tidak mau
bergerak. Rupanya, arwah Eun-ho ingin mengucapkan selamat tinggal pada Ji-ni
untuk terakhir kalinya. Dengan air mata bercucuran, Ji-ni mengalungkan jubahnya
ke peti mati sambil mengucapkan salam perpisahan pada Eun-ho, pria yang telah
mengubah hidupnya.
Reaksi yang diberikan oleh para
gisaeng binaan Baek-moo sangat mengejutkan, mereka memutuskan untuk melawan
perintah sang pimpinan, menolak untuk berpartisipasi dalam turnamen dan ingin
berkabung atas hilangnya cinta sejati salah seorang rekan mereka.
Ditemui Baek-moo saat sedang
mendoakan arwah Eun-ho, Ji-ni melontarkan niat yang cukup mengejutkan. Selain
mengaku siap hidup sebagai gisaeng sesuai dengan yang diinginkan, ia berjanji
untuk tidak akan pernah memberikan hatinya siapapun dan bakal membalas dendam
para kaum bangsawan dan Baek-moo karena telah membuatnya patah hati.
Hwang Jin Yi – Episode 10
Sambil membawa sebotol arak,
Ji-ni berjalan dalam keadaan mabuk ke tengah sebuah danau. Mengira kalau gadis
tersebut hendak bunuh diri, seorang pria bernama Kim Jeong-han langsung
bergegas menyelamatkannya. Namun bukannya berterima kasih, Ji-ni malah marah-marah
sebelum akhirnya tertidur.
Oleh seorang pria yang merupakan
pengawal pribadinya, Ji-ni langsung dibopong kembali ke kediaman kelompok Song
Do. Tidak terasa, empat tahun telah berlalu sejak kisah cintanya yang tragis
dengan Eun-ho. Kini, Ji-ni telah menggunakan nama baru yaitu Myeong-wol dan
dikenal sebagai salah satu gisaeng jempolan.
Meski begitu, menjadi Myeong-wol
mengubah Ji-ni menjadi sosok yang dingin. Tidak cuma berani menantang Baek-moo,
ia juga dengan tegas menolak untuk menari lagi. Hebatnya walau punya sejumlah
pantangan ditambah sikap yang begitu angkuh, reputasinya sebagai gisaeng kelas
satu telah menjadi bahan pembicaraan kaum bangsawan.
Keangkuhan Myeong-wol terlihat
ketika tandu yang dinaikinya berpapasan dengan Jeong-han.
Sambil memandang rendah, ia menyebut siap menemani pemuda itu asalkan berani dibayar lebih tinggi. Dasar nasib, keduanya kembali dipertemukan ketika Myeong-wol tampil untuk menghibur kalangan bangsawan di sebuah tempat.
Sambil memandang rendah, ia menyebut siap menemani pemuda itu asalkan berani dibayar lebih tinggi. Dasar nasib, keduanya kembali dipertemukan ketika Myeong-wol tampil untuk menghibur kalangan bangsawan di sebuah tempat.
Secara mengejutkan, permainan
harpa Myeong-wol bisa diimbangi oleh suara seruling Jeong-han. Belakangan,
Jeong-han sempat marah besar ketika mendengar Myeong-wol melontarkan permintaan
yang mustahil kepada pejabat yang menjadi tuan rumah, hingga akhirnya sadar
kalau gisaeng papan atas itu ternyata cuma mempermainkan sang pejabat.
Apes bagi Jeong-han, sikap kasar
membuatnya dikejar-kejar oleh pengawal pejabat itu dan nyaris saja mati kalau
saja Yi Saeng yang tidak lain adalah pengawal Myeong-wol turun tangan
menyelamatkannya. Baru saja tiba di kediaman Myeong-wol, Jeong-han sudah dibawa
paksa oleh sejumlah pengawal kerajaan. Siapa sangka, pria berpenampilan lusuh
tersebut ternyata adalah salah satu orang kepercayaan keluarga istana.
Rupanya, Jeong-han diberi misi
khusus oleh keluarga raja. Dari Mae-hyang, ia mendengar bahwa demi memuluskan
niatnya, cuma ada satu nama yang perlu dipertimbangkan : Baek-moo dari kelompok
Song Do. Demi niat untuk menyelamatkan aliran musik Joseon, Jeong-han akhirnya
meminta kerja sama dari Baek-moo, yang sudah tahu kalau semua adalah bagian
dari siasat Mae-hyang, dan Myeong-wol.
Bisa ditebak, Myeong-wol berulah
dan menghilang ketika waktu latihan hendak dimulai. Dengan perasaan kesal,
Jeong-han langsung menyusul ke kuil dan sempat beradu mulut dengan gisaeng itu.
Sayang, kebencian Myeong-wol yang begitu besar terhadap kalangan pejabat
membuat usaha Jeong-han sia-sia.
Kembali dengan tangan kosong,
Jeong-han sudah pasrah ketika niatnya untuk membujuk seorang pembesar asal
negeri Cina bakal menemui kegagalan dan bisa berakibat dihapusnya musik Joseon.
Siapa sangka, Myeong-wol muncul sambil membawa harpa yang tidak bersenar. Tidak
cuma tampil anggun, Myeong-wol dengan jeli mampu membuat pejabat tersebut
terkagum-kagum lewat sejumlah caranya yang unik.
Hwang Jin Yi – Episode 11
Siapa sangka, Myeong-wol punya
alasan tersendiri. Tidak cuma mampu menghapal sajak yang dituliskan dalam waktu
singkat, kecerdasannya dalam berdiplomasi dengan mengatakan bahwa ia hanya
berharap bisa mendapatkan rekan berbagi karya sastra membuat utusan dari kekaisaran
Cina berdecak kagum dan tidak bisa berkata apa-apa.
Setelah utusan dari kekaisaran
Cina kembali ke negaranya, pujian setinggi langit langsung disampaikan ke
Myeong-wol. Namun dengan pongah, gisaeng itu bahkan berani mencela gurunya
Baek-moo sambil mengatakan bahwa penyebabnya tidak mau menari adalah karena
belum ada satu tarian pun yang bisa menggerakkan hatinya. Keruan saja, ucapan
itu membuat para gisaeng di Song Do jengkel.
Merasa mendapatkan sekutu,
Mae-hyang mulai memikirkan siasat untuk mengangkat status Myeong-wol menjadi
lebih tinggi lagi. Berbeda dengan gisaeng istana itu, Jeong-han malah sempat
menampar Myeong-wol sambil memarahi sikap pongahnya. Dengan wajah serius,
Myeong-wol menyatakan tidak rela bila pria yang dianggap musuh besarnya dikalahkan
lebih dulu oleh orang lain.
Sikap keras hati Myeong-wol
keruan saja membuat Jeong-han penasaran akan apa yang terjadi sebenarnya. Di
saat yang sama, ucapan pria yang menjabat sebagai menteri itu membuat
Myeong-wol alias Ji-ni teringat akan kepolosan hati mantan kekasihnya Eun-ho
yang telah meninggal.
Sifat Myeong-wol yang tidak lazim
bagi seorang gisaeng membuat dua pria siap menjadi korbannya, yang pertama
adalah Jeong-han yang bergeming meski Bu-yong berada didekatnya dan berusaha
memperingatkan pria itu akan bahayanya mendambakan sosok Myeong-wol. Pria kedua
adalah Byeok Gae-soo, yang terkaget-kaget ketika Myeong-wol menolak untuk
bermain harpa untuknya hanya dengan alasan simpel : tidak berminat.
Berkat kesuksesannya, Jeong-han
diminta untuk kembali mengumpulkan karya seni Joseon yang tercecer dengan
mengadakan sayembara yang digelar di kediaman kelompok Song Do. Sudah tentu,
kesempatan itu dianggap sebagai peluang emas bagi Baek-moo untuk melejitkan
nama kelompoknya.
Namun, Myeong-wol yang diminta
untuk menari menolak mentah-mentah dan malah melontarkan pernyataan yang
membuat ketua kelompok Song Do itu marah. Tidak cuma itu, Myeong-wol bahkan
mendatangi kediaman Mae-hyang untuk belajar menari disana. Syaratnya cuma satu
: seandainya bisa mengalahkan Baek-moo, maka Mae-hyang harus mau menyerahkan
jabatan paling prestisius di dunia gisaeng kepadanya.
Bisa dibayangkan, bagaimana raut
muka Baek-moo dan kelompok Song Do begitu melihat Ji-ni muncul bersama
Mae-hyang dan anak buahnya. Didepan Hyeon-geum ibunya, Myeong-wol alias Ji-ni
menuturkan bahwa tujuannya memainkan permainan berbahaya itu adalah demi
menyakiti hati Baek-moo alias balas dendam.
Kesempatan itu digunakan
Mae-hyang untuk menekan. Tidak cuma meminta Baek-moo mundur dari jabatan ketua
Song Do bila dirinya sukses menempa Myeong-wol alias Ji-ni membawakan tarian
pedang dalam jangka waktu tertentu, ia juga meminta perempuan setengah baya itu
untuk menyerahkan semua buku musiknya. Tak dinyana, Baek-moo langsung
menyetujui permintaan itu.
Sadar kalau Myeong-wol pasti
menolak bila diundang, Gae-soo melakukan sejumlah siasat yang membuat gisaeng
itu tidak bisa menolak permintaannya. Bisa dibayangkan, bagaimana marahnya
Myeong-wol saat tahu tamu yang hendak didatanginya ternyata membatalkan perjanjian
karena diancam Gae-soo.
Walau geram, Myeong-wol mampu
memikirkan siasat untuk membalas perbuatan Gae-soo. Datang ke kediaman pejabat
itu saat dirinyamenjamu beberapa kolega termasuk Jeong-han, Myeong-wol menyebut
dirinya siap menghabiskan malam bersama.
Hwang Jin Yi – Episode 12
Saat Gae-soo mulai melepas
pakaian atas Myeong-wol, siapa sangka gisaeng itu malah balik menawar sang
pejabat dengan beberapa kantung uang. Rupanya, cara itu digunakan Myeong-wol
untuk membalas perbuatan Gae-soo sekaligus menunjukkan bahwa di dunia ini masih
ada hal yang tidak bisa dibeli oleh uang dan kekuasaan.
Melihat Myeong-wol dengan begitu
mudahnya jatuh ke pelukan Gae-soo, hati Jeong-han begitu gundah. Tanpa
memperdulikan Bu-yong yang siap melayani, ia berkuda ke pinggir sebuah danau
sambil bergumam sendirian. Jeong-han tidak sadar bahwa disaat yang sama, Myeong-wol
justru telah berjalan kembali ke kelompok Song Do ditemani pengawal setianya Yi
Saeng.
Perang siasat antara Myeong-wol
dan Baek-moo berlanjut. Didepan para pejabat, Baek-moo mengajukan persayaratan
bahwa bila sang murid kalah, maka ia harus menjadi budak sebagai hukuman karena
membelot dari kelompok Song Do. Keruan saja, pertaruhan itu membuat Hyeon-geum
kuatir, ia tidak ingin putrinya lebih menderita lagi.
Namun, Hyeon-geum hanya bisa
membelalakkan matanya yang tidak bisa melihat begitu mendengar niat putrinya :
Myeong-wol ingin meraih jabatan puncak demi merayu raja, dan nantinya kekuasaan
tersebut akan digunakan untuk menghantam para pejabat yang dulu menghancurkan
hidupnya. Setelah meninggalkan ibunya yang cuma bisa putus asa, Myeong-wol
alias Ji-ni sempat meneteskan air mata ketika teringat akan ucapan mendiang
Eun-ho soal menari.
Sambil memantapkan niatnya untuk
membalas dendam, Myeong-wol mulai berlatih tarian pedang bersama Bu-yong dan
murid-murid Mae-hyang. Siapa sangka, apa yang hendak dipelajari tidak semudah
yang dibayangkan. Saat diminta menari diatas selembar kertas yang telah
dibasahi air, gerakan kaki Myeong-wol begitu kaku sehingga kertas yang
diinjaknya sobek.
Tidak cuma membuat para gisaeng
Song Do melihat dengan pandangan melecehkan, kekakuan Myeong-wol membuat
Bu-yong dan murid-murid Mae-hyang menolak untuk meneruskan latihan bersama
gisaeng yang dianggap pengkhianat tersebut. Ketika tinggal berlatih sendirian,
tak kurang dari Mae-hyang menyebut bahwa biar berlatih selama apapun, Myeong-wol
tidak akan mampu berubah.
Melihat Myeong-wol begitu
menderita, Baek-moo mendatangi Mae-hyang dan meminta adik seperguruannya itu
untuk berhenti. Namun melihat semangat yang begitu membara di mata Myeong-wol,
Mae-hyang menolak dan malah memutuskan untuk turun tangan sendiri memberi
pelatihan khusus.
Sudah tentu, aksi tersebut
langsung mendapat cibiran dari para gisaeng. Satu-satunya yang masih membela
aksi Myeong-wol adalah Dan-shim alias Gae-dong, yang sangat yakin mantan
sahabat baiknya itu bakal menjadi penari yang paling hebat. Yang membuat wajah
Bu-yong pucat, Dan-shim menyebut bahwa tarian bangau yang legendaris hanya akan
diturunkan oleh Baek-moo pada Myeong-wol seorang.
Dasar licik, Bu-yong langsung
menghadap Baek-moo dan meminta pimpinan Song Do itu untuk melihat caranya
menari sekaligus mempertimbangkan sosoknya sebagai pengganti Myeong-wol untuk
mewarisi tarian bangau. Namun akal bulus itu telah disadari Baek-moo, yang
menyebut bahwa sebelum menentukan siapa pewaris tarian miliknya, Bu-yong harus
lebih dulu menyelaraskan gerakan dengan Myeong-wol.
Sementara itu, Gae-soo terus
melancarkan akal bulusnya untuk memberi kesan bahwa Myeong-wol benar-benar
telah dimilikinya dengan mengirim hadiah berjumlah besar. Tidak cuma itu, ia
juga mengatakan pada Jeong-han hal-hal buruk tentang Myeong-wol sambil berharap
sang saingan melupakan rasa sukanya yang begitu besar pada gisaeng itu.
Setelah sebulan berlalu, Bu-yong
memutuskan untuk mencari Mae-hyang sekaligus membujuk sang guru menyudahi
usahanya melatih Myeong-wol yang dianggap sia-sia. Tidak cuma Bu-yong, beberapa
gisaeng kelompok Song Do termasuk Dan-shim memutuskan untuk ikut demi
menertawakan rekan mereka yang telah berkhianat.
Apa yang dilihat di pinggir
sungai benar-benar mengejutkan, Myeong-wol alias Ji-ni mampu menarikan tarian
pedang dengan nyaris sempurna. Tidak cuma itu, yang membuat Bu-yong begitu
resah adalah ekspresi bahagia yang terlihat di wajah Mae-hyang, ekspresi yang
sama sekali belum pernah dilihatnya selama ini saat mengajar tari.
Malamnya, Bu-yong makin kaget
setelah mendengar Myeong-wol sedang menggunakan alat pemotong untuk memotong
rumput, dan langsung buru-buru melakukan gerakan dasar tarian pisau. Setelah
sekian lama ia akhirnya sadar satu hal : Myeong-wol ternyata punya bakat yang
begitu menakutkan dan ditambah dengan semangat yang besar.
Begitu kembali ke rumah,
Myeong-wol langsung memerintahkan supaya semua barang yang telah diberikan oleh
Gae-soo segera dikembalikan. Bisa dibayangkan, bagaimana terhinanya Gae-soo
mendapati dirinya kembali ditolak. Tidak cuma itu, niatnya untuk mengelabuhi
Jeong-han juga gagal total.
Semangatnya dalam berlatih terus
berlanjut hingga larut, dan hal itu dilihat oleh Jeong-han yang kebetulan
lewat. Namun, kecepatan Myeong-wol menyerap pelajaran yang diberikan Mae-hyang
membuat banyak pihak kuatir sehingga mereka berusaha mencelakainya.
Hwang Jin Yi – Episode 13
Keruan saja, Jeong-han terluka
dan tidak sadarkan diri. Dengan panik, Myeong-wol membawa pria itu kekamarnya.
Mendengar insiden tersebut, Baek-moo langsung marah besar dan melabrak dua
orang muridnya yang dicurigai. Namun, ia cuma bisa terperangah bahwa meski
punya niat, ternyata aksi dua muridnya telah didahului orang lain.
Tak jauh dari sana, Bu-yong
langsung menampar dua orang murid Mae-hyang yang ternyata memang dalang dari
aksi yang nyaris membuat celaka Myeong-wol. Kekesalannya semakin menjadi saat
tahu kalau aksi tersebut ternyata ide dari kakak seperguruannya dan sebelum
pergi, ia menyebut tidak butuh bantuan dari orang lain untuk menghadapi
Myeong-wol. Sayang, sang guru Mae-hyang malah mengira Bu-yong yang berniat
mencelakakan Myeong-wol.
Begitu sadar dari pingsannya,
Jeong-han langsung berniat keluar dari kamar Myeong-wol karena tidak ingin
menyusahkan gisaeng itu. Melihat wajah Myeong-wol yang begitu sedih, Jeong-han
hanya bisa menyesalkan niat perempuan yang diam-diam dikaguminya itu yang
dianggap begitu bernafsu merebut tampuk pimpinan dunia gisaeng.
Keesokan harinya, Jeong-han
mengadakan rapat dengan memanggil Baek-moo dan Mae-hyang sambil menyatakan
niatnya untuk mengusut perkara yang terjadi di malam sebelumnya. Namun, dengan
cepat Baek-moo menolak dan menyebut siap bertanggung jawab. Akhirnya Jeong-han
pasrah, namun ia mengancam siap mengusir dua pimpinan itu bila kasus serupa
terjadi lagi.
Semangat Myeong-wol memang luar
biasa. Meski mengalami kejadian yang nyaris merenggut nyawanya, ia telah mulai
berlatih tarian pedang sejak pagi hari dan aksinya membuat para gisaeng
(termasuk Bu-yong) terbelalak tidak percaya. Sudah tentu, kengototan Myeong-wol
membuat Jeong-han keheranan, apalagi melihat sikap permusuhan gisaeng itu
kepada Baek-moo sang guru meski keduanya memiliki sifat yang nyaris sama.
Begitu mendengar latar belakang
permusuhan mereka, Jeong-han cuma bisa menatap tidak percaya sambil menghela
napas. Sementara itu, kedekatan Jeong-han dan Myeong-wol membuat Gae-soo
semakin panas, apalagi demi melihat keduanya berduaan di sebuah tempat
peristirahatan.
Berniat untuk membalas kebaikan
Jeong-han dengan memainkan harpanya, tanpa terasa air mata Myeong-wol menetes
demi melihat sang menteri yang mengingatkannya pada sosok Eun-ho yang telah
tiada. Sambil menghapus air matanya, Myeong-wol pamit dan meminta ijin untuk
mengakhiri kolaborasi keduanya.
Hati yang gundah membuat gerakan
tarian pisau Myeong-wol berantakan sampai-sampai ia berulang kali dihukum oleh
Mae-hyang, bahkan Baek-moo cuma bisa tersenyum tipis sebelum mencela muridnya
tersebut. Mulai mengerti apa yang terjadi, Mae-hyang langsung meminta
Myeong-wol berganti pakaian pelayan dan mengerjakan pekerjaan yang biasa
dilakukan seorang pelayan.
Saat menjalankan tugas, ia dibawa
secara paksa oleh orang-orang suruhan Gae-soo. Kembali mengandalkan kekuasaan
yang dimilikinya, Gae-soo menyebut siap membuat musuh-musuh Myeong-wol termasuk
Baek-moo untuk bertekuk lutut dihadapannya. Apes baginya, dengan dingin gisaeng
itu menolak dan menyebut bisa meraih semuanya dengan usaha sendiri.
Begitu kembali, Myeong-wol
langsung dimarahi oleh Mae-hyang saat berusaha melatih tarian pedang dan
diminta untuk meneruskan pekerjaannya sebagai pelayan. Ketika berhadapan dengan
Baek-moo, Mae-hyang menyebut akhirnya tahu apa alasan tarian bangau diturunkan
ke sang kakak seperguruan, dan menyebut siap mengubah kekerashatian Myeong-wol.
Disaat Gae-soo berusaha mendekati
Dan-shim untuk mengetahui kelemahan Myeong-wol, gisaeng yang menjadi
pembicaraan itu akhirnya menemukan kesalahan yang dilakukan saat tarian pisau :
ia terlalu egois dan tidak memperhatikan gerakan rekan-rekannya. Setelah
menghadap Mae-hyang, Myeong-wol mendatangi Bu-yong dan meminta diberi satu
kesempatan lagi.
Bisa ditebak, Myeong-wol akhirnya
bisa menyelaraskan gerakan dengan Bu-yong dan rekan-rekannya yang lain. Namun
dibalik kesuksesannya, Jeong-han yang diam-diam sudah tahu latar belakang
Myeong-wol mengingatkan satu hal : untuk bisa dinikmati dan dikenang
gerakannya, seorang penari harus menari dengan perasaan.
Begitu kembali ke kamar,
Jeong-han telah ditunggu oleh Bu-yong, yang diam-diam telah menguping
pembicaraannya dengan Myeong-wol. Terang-terangan mengaku sangat menyukai pria
itu, hati Bu-yong sangat terpukul saat cintanya ditolak. Seketika itu juga ia
langsung memikirkan satu hal : bagaimana menghancurkan Myeong-wol.
Hwang Jin Yi – Episode 14
Disinilah kehebatan Myeong-wol
terlihat. Sempat menjatuhkan pisau yang dipegangnya, ia langsung mengambil sebilah
pedang dan melakukan hal yang tidak dibayangkan sebelumnya : menggabungkan
tarian bangau yang pernah diajarkan oleh Baek-moo dan tarian pedang.
Kombinasi tersebut kontan membuat
Mae-hyang terkejut dan merasa dikhianati, sebaliknya dengan Baek-moo yang
tersenyum dan sadar bahwa sikap Bu-yong malah membuat potensi terpendam
Myeong-wol keluar. Sambil terus bergerak, Myeong-wol teringat akan masa-masa
indah bersama Eun-ho. Begitu tarian selesai, semua langsung memberi tepuk
tangan meriah kecuali Jeong-han.
Bukannya memberi pujian,
Jeong-han malah membawa Baek-moo, Mae-hyang, Myeong-wol dan Bu-yong ke
persidangan. Karena diancam, Mae-hyang tidak bisa berbuat apa-apa selain
membela Bu-yong yang berusaha menjatuhkan Myeong-wol. Alih-alih menjadikan
gisaeng itu sebagai budak seperti yang telah disepakati pada awalnya, Jeong-han
malah memberi hukuman terberat bagi Myeong-wol : kembali sebagai murid
Baek-moo.
Mendengar penuturan Bu-yong yang
begitu haus kekuasaan sampai menggunakan segala cara, apalagi ketika mendengar
kalau Baek-moo menceritakan kisah almarhum Eun-ho pada Jeong-han, Myeong-wol
semakin benci terhadap gurunya tersebut. Ia tidak sadar bahwa Baek-moo punya
tujuan tersendiri : tidak ingin Myeong-wol terpuruk untuk kedua kalinya karena
cinta yang tidak mungkin dicapai akibat perbedaan status.
Yang menyedihkan, Myeong-wol
malah salah-paham terhadap Jeong-han dam menganggap pria itu menghukumnya
supaya terlihat tegas dan kelak bakal dilirik untuk menempati posisi yang lebih
terhormat. Tebakan Baek-moo ternyata tepat, Jeong-han telah jatuh cinta pada
Myeong-wol tanpa sadar cinta tersebut tidak akan bisa berakhir bahagia.
Alih-alih menurut kepada
Baek-moo, Myeong-wol beralasan tidak bisa latihan karena harus menghibur
Gae-soo dan para koleganya. Disana ia kembali berulah, selain banyak minum,
gisaeng itu sengaja menguap ketika Gae-soo bermain kecapi, sebuah tindakan yang
benar-benar dianggap sangat menghina.
Yang paling kasihan adalah
Dan-shim, yang sudah kadung jatuh cinta pada Gae-soo namun ternyata hanya jadi
bahan pelampiasan nafsu sang pejabat yang ingin mendapatkan hati Myeong-wol.
Sementara itu di kediaman kelompok Song Do, Myeong-wol menyampaikan pergumulan
batinnya tentang sosok Jeong-han pada sang ibu Hyeon-geum.
Dengan motivasi baru, Myeong-wol
akhirnya memutuskan untuk mulai berlatih dibawah asuhan Baek-moo. Di saat yang
sama, Hyeon-geum secara mengejutkan malah bersekutu dengan Gae-soo demi
menaklukkan hati sang putri. Tujuannya ternyata cuma satu : menggunakan
kekuasaan Gae-soo supaya Ji-ni alias Myeong-wol bisa lepas dari genggaman
Baek-moo.
Setelah latihan keras, ditambah
sejumlah saran dari Hyeon-geum, Gae-soo mulai melancarkan jurusnya menaklukkan
Myeong-wol. Benar saja, gisaeng itu mulai terpengaruh dan hanya bisa menatap
dengan pandangan penuh arti saat permintaannya supaya Gae-soo tinggal tidak
digubris.
Hwang Jin Yi – Episode 15
Tindakan memalukan Gae-soo
berlanjut, belakangan baru ketahuan bahwa ia puisi yang dikirimkan ke
Myeong-wol adalah jiplakan dari milik Jeong-han. Dengan wajah menahan amarah,
Jeong-han mendatangi koleganya tersebut dan memberikan kritik sambil mengatakan
bahwa bila ingin mendapatkan Myeong-wol, Gae-soo harus tulus.
Bukannya sadar akan kesalahannya,
Gae-soo yan mengaku sejak kecil dididik untuk membeli segala sesuatu dengan
uang malah berpikiran picik dan mengira kalau Myeong-wol sudah mengetahui semua
siasatnya. Sementara itu, Jeong-han yang semakin kacau perasaannya memutuskan
untuk pergi lebih cepat meninggalkan kelompok Song Do.
Begitu mendengar berita itu,
Myeong-wol yang sadar siapa yang sebenarnya menulis puisi yang dikirimkan oleh
Gae-soo langsung berkuda demi mencegah kepergian pria yang dicintainya itu.
Namun di tengah jalan, langkahnya dihentikan oleh segerombolan orang meski
untungnya, pengawal setianya Yi Saeng muncul tepat waktu dan berhasil
menyelamatkan gisaeng itu. Belakangan, baru ketahuan bahwa orang-orang itu
adalah suruhan Gae-soo.
Myeong-wol nyaris saja terlambat
karena rakit yang ditumpangi Jeong-han telah bergerak, namun untungnya pejabat
itu menoleh kebelakang. Memutuskan untuk kembali, pria itu langsung memeluk
Myeong-wol dengan erat begitu sang gisaeng menyebut tidak bisa menerima cinta
Jeong-han yang begitu tulus.
Setelah berbincang-bincang cukup
lama, keduanya memutuskan untuk kembali ke kelompok Song Do untuk memulai
rutinitas masing-masing : Jeong-han dengan niatnya yang begitu besar untuk
menulis tentang musik Joseon dan Myeong-wol yang meneruskan latihannya dibawah
bimbingan Baek-moo.
Perubahan karakter Myeong-wol
yang begitu dingin langsung terlihat, ia tidak segan memperhatikan Jeong-han
dengan segala ketulusan dan untuk pertama kalinya mampu memberikan senyum yang
begitu manis. Sayang, masih ada perbedaan status yang membuat cinta keduanya
sulit bersatu.
Obrolan itu pula yang disampaikan
oleh Myeong-wol, yang mengaku sudah lama melepaskan harapan untuk bisa hidup
seperti perempuan normal, kepada Jeong-han. Namun, pria itu tetap keras kepala
dan menyebut siap mendobrak semua rintangan. Tidak pelak, pandangan itu membuat
Myeong-wol kembali teringat pada almarhum Eun-ho.
Saat merenung, Myeong-wol
dikejutkan oleh ucapan Duk-pal, pelayan Eun-ho yang kini bekerja untuknya, yang
menyebut gisaeng itu sengaja membandingkan Jeong-han dengan sang mantan majikan
karena takut merasakan cinta yang sesungguhnya. Dengan tekad yang baru,
Myeong-wol memutuskan untuk mengikuti jejak Jeong-han : berjuang demi cinta.
Tidak ingin putrinya kembali
kebablasan dan sakit hati karena cinta yang tidak berbalas, Hyeon-geum bergerak
cepat. Atas saran rekannya, ia berusaha menjodohkan Myeong-wol dengan
pengawalnya Yi Saeng yang punya masa lalu misterius namun dicurigai berasal
dari kalangan terpelajar.
Mendengar kabar tersebut,
Jeong-han langsung bergegas menemui Myeong-wol dan sangat kecewa saat mendengar
perempuan yang dicintainya itu mengiyakan rencana pernikahan tersebut. Padahal
meski memasang wajah dingin, hati Myeong-wol sebenarnya sangat sakit karena ia
tidak berdaya melawan kenyataan status keduanya.
Hwang Jin Yi – Episode 16
Su
dah tentu, Jeong-han langsung pergi dengan penuh kekecewaan. Namun belum sempat berciuman, Yi Saeng telah menahan Myeong-wol sambil menyebut meski tetap bakal menjadi pelindung, ia berharap supaya tidak dilibatkan dalam kemelut cinta sang majikan.
dah tentu, Jeong-han langsung pergi dengan penuh kekecewaan. Namun belum sempat berciuman, Yi Saeng telah menahan Myeong-wol sambil menyebut meski tetap bakal menjadi pelindung, ia berharap supaya tidak dilibatkan dalam kemelut cinta sang majikan.
Begitu kembali ke kediamannya,
Myeong-wol terkejut karena mendapati Jeong-han sudah ada didalam. Berusaha
untuk tetap membuat bangsawan itu menjauhinya, Myeong-wol langsung mengucapkan
perkataan yang begitu dingin dan membuat Jeong-han terdiam dan mulai memikirkan
apa yang sebenarnya dirasakan sang gisaeng.
Untuk mengalihkan perhatiannya,
Myeong-wol memutuskan untuk lebih serius melatih tarian bangaunya dibawah
bimbingan Baek-moo namun yang terjadi ia malah kerap mendapat teguran. Di
tempat lain, latihan yang tidak kalah serius juga dilakukan oleh Bu-yong, yang
bertekad menguasai tarian genderang ciptaan Mae-hyang demi menunjukkan
superioritasnya di depan Myeong-wol.
Meskipun sudah berusaha keras,
pikiran Myeong-wol masih terbagi saat berlatih. Namun, ia tetap bersikukuh
tidak ingin menemui Jeong-han meski sudah diberi saran. Masalah ternyata cuma
tidak dihadapi Myeong-wol, Dan-shim alias Gae-dong kedapatan mengandung janin
hasil hubungannya dengan Gae-soo.
Baru saja mulai merasakan
ketenangan, Myeong-wol sudah mendapatkan pukulan baru. Saat diminta untuk
tampil menghibur, ia mendengar penuturan seorang pejabat yang mengaku seolah
mengenal sosok Myeong-wol. Bisa dibayangkan, betapa marahnya sang gisaeng saat
tahu pria itu ternyata adalah orang yang telah membuat ibunya menderita selama
ini.
Sempat menyiram wajah sang
pejabat, belakangan Myeong-wol diberitahu kalau pria itu datang ke tempat
kelompok Song Do dan ia beserta sang ibu harus menyambut. Tidak ingin
mengecewakan Hyeong-geum yang wajahnya berseri-seri, Myeong-wol terpaksa
berpura-pura ramah meski tatapan matanya penuh kebencian.
Ditengah kemarahannya, Myeong-wol
sadar bahwa ada satu orang lagi yang mengalami kepedihan hati : guru musiknya
yang telah lama memendam cinta pada sang ibu. Ketika ditemui, pria itu
memberikan nasehat yang berharga pada Myeong-wol seputar masalah cinta. Namun
saat melihat Jeong-han duduk termenung sambil minum arak, Myeong-wol
mengurungkan niatnya untuk mendatangi pria yang sangat dicintainya tersebut dan
berbalik pergi.
Strategi untuk menghancurkan
Myeong-wol kembali dilancarkan Bu-yong, yang dengan perantaraan Gae-soo
berhasil membujuk pihak penguasa untuk menarik kembali Jeong-han ke ibukota
sekaligus meminta supaya tarian bangau dan genderang dipertontonkan didepan
umum. Dengan cepat, Baek-moo langsung bisa menebak semua adalah ulah Bu-yong
yang dikenal sangat licik.
Dengan membawa ketulusan hatinya,
Bu-yong kembali berusaha merayu Jeong-han, yang hatinya masih terluka akibat
diacuhkan Myeong-wol, namun lagi-lagi mendapatkan penolakan. Dalam
kegalauannya, pria itu akhirnya beradu kepandaian memanah dengan Yi Saeng yang
ternyata melihat semua kejadian. Dengan suara datar, pengawal Myeong-wol itu
mengingatkan bahwa apa yang dialami sang majikan sama persis dengan Jeong-han.
Kepergian Jeong-han untuk kembali
ke ibukota membuat Baek-moo mengira kalau Myeong-wol bakal berkonsentrasi
latihan, namun dugaannya salah. Pasalnya, belakangan sang murid malah
memutuskan untuk memacu kudanya untuk menyusul. Mengira kalau usahanya sia-sia,
Myeong-wol kembali ke tempat dimana ia pertama kali berkenalan dengan Jeong-han
sambil mengenang momen-momen yang telah dilalui bersama.
Siapa sangka, Jeong-han juga
berada ditempat itu dan seolah hati mereka telah bertaut. Dengan suaranya yang
berat, Jeong-han menyebut lebih baik kehilangan Myeong-wol daripada hanya bisa
menjadi sahabat. Sebagai salam perpisahan, Jeong-han ingin melihat dari depan
wajah Myeong-wol untuk bisa mengenang perempuan yang begitu dicintainya itu.
Hwang Jin Yi – Episode 17
Yang cukup mengejutkan,
Myeong-wol bahkan dengan berani meninggalkan Baek-moo yang sedang serius
mengajar. Jawaban yang dilontarkan cukup berani, gisaeng itu menyebut sedang
tidak bisa menari. Keruan saja, Baek-moo marah besar dan langsung mengutus anak
buahnya untuk menjemput paksa Myeong-wol.
Dasar keras kepala, Myeong-wol
tetap menolak melanjutkan latihan meski tangannya sudah digantung dan kakinya
disabet karena tidak mau mengikuti alunan musik. Bisa dibayangkan, betapa
bingungnya Baek-moo dan Hyeon-geum sang ibu melihat putrinya tidak mau bergerak
sedikitpun selama tiga hari meski kakinya sudah lecet dan tidak minum setetes
air pun.
Di ibukota, Jeong-han membuat
geger rapat kabinet ketika mengusulkan supaya perjamuan digelar kerajaan dalam
skala kecil demi melakukan penghematan. Bisa dibayangkan, bagaimana marahnya
para pejabat mendengar keberanian tersebut, yang akhirnya malah disetujui oleh
putra mahkota.
Myeong-wol memang keras kepala.
Diam-diam bersama Yi Saeng pengawal setianya, ia menyelinap keluar dari
kediaman kelompok Song Do. Sudah tentu Baek-moo langsung mengira kalau sang murid
telah kabur demi mencari Jeong-han, dan mengutus orang-orang untuk bisa kembali
menjemput Myeong-wol.
Siapa sangka, yang dicari malah
selama berhari-hari berada di pinggir sebuah sungai. Ketika dikonfrontir,
dengan wajah serius Myeong-wol menyebut kalau tarian bangau yang selama ini
diyakini sebagai kebenaran oleh sang guru salah. Bisa dibayangkan, bagaimana
terpukulnya Baek-moo apalagi melihat gerakan tarian bangau versi Myeong-wol
yang sangat persis dengan hewan yang asli.
Sadar akan kesalahannya, Baek-moo
kembali menemui Myeong-wol sambil meminta sang murid untuk mau bersama-sama
memulai tarian bangau versi baru. Siapa sangka, sang murid, yang baru saja
menceburkan cincin pemberian mendiang Eun-ho sebagai tanda siap memulai cinta
yang baru, malah meminta Baek-moo berlutut dan meminta maaf pada kekasihnya
yang telah meninggal itu.
Disaat itulah apa yang tidak
pernah dibayangkan terjadi, Baek-moo berlutut di hadapan sang murid. Namun
Myeong-wol masih belum bisa melupakan siasat Baek-moo yang telah sukses membuat
cinta pertamanya hancur berantakan. Dengan penuh linangan air mata, ia menyebut
tetap menolak untuk meneruskan tarian bangau.
Usaha Gae-soo untuk menjatuhkan
Myeong-wol berlanjut. Didepan putra mahkota, ia meminta supaya sang gisaeng
bisa diangkat sebagai selir sebagai balasan atas jasa-jasanya. Belakangan,
Gae-soo meminta kepada Jeong-han, yang datang dan meminta supaya semuanya
dibatalkan , untuk tidak lagi mengganggu hubungannya dengan Myeong-wol yang
telah mendapat restu.
Secara demonstratif, Myeong-wol
muncul hanya dengan mengenakan pakaian dalam. Maklum kalau bakal mendapat
perlawanan, Gae-soo menyebut siap melepas Myeong-wol bila sukses beradu pantun
dengan total 10 orang cendekiawan paling terkemuka. Lagi-lagi Gae-soo apes,
karena 10 orang sekalipun tidak mampu melawan bakat seni Myeong-wol yang begitu
besar.
Dengan wajah merah-padam, Gae-soo
yang telah dipermalukan langsung mengatai kalau tarian yang diperagakan
kelompok Song Do adalah murahan dan meminta semuanya untuk menemani minum arak.
Ucapan tersebut langsung membangkitkan kemarahan Baek-moo yang begitu mencintai
dunia seni, sehingga melakukan hal yang sama sekali tidak terduga sebelumnya.
Hwang Jin Yi – Episode 18
Kenekatan Baek-moo yang tidak
seperti biasanya membuat para pejabat daerah mulai bertanya-tanya. Namun,
Baek-moo yang sudah merasa kalah karena melanggar sendiri aturan gisaeng yang
telah dibuatnya, yaitu dengan menyembunyikan perasaan sedalam-dalamnya, menolak
untuk mengajukan pembelaan.
Keruan saja, hal itu membuat para
gisaeng kelompok Song Do menangis sejadi-jadinya. Baek-moo lagi-lagi berusaha
tegar, dan mengingatkan supaya murid-muridnya tersebut mengingat aturan utama
bagi seorang gisaeng. Masih belum puas, Gae-soo memutuskan untuk memberi
hukuman yang lebih berat yaitu dengan mematahkan kaki Baek-moo supaya tidak
bisa menari lagi.
Sudah tentu, yang jadi sasaran
kemarahan adalah Myeong-wol, yang sebenarnya juga terpukul. Mendengar kabar
yang tidak menyenangkan itu, Hyeon-geum mengutus dua anak buahnya untuk
menghubungi Mae-hyang. Usaha untuk membebaskan Baek-moo juga dilakukan
Dan-shim. Namun bukannya mendapat sambutan, ia malah dihina oleh Gae-soo ketika
membuka fakta soal kandungannya yang semakin besar.
Diam-diam, Myeong-wol mendatangi
kediaman Gae-soo dan berjanji bila Baek-moo dilepaskan, ia siap mengikuti
pejabat itu kembali ke ibukota sebagai selir. Begitu mendengar kabar tersebut,
Baek-moo meminta sisir pada Dan-shim yang datang mengunjunginya. Tak berapa
lama, Hyeon-geum masuk ke dalam sel dan sambil menyisirkan rambut sang ketua,
bisa menebak apa yang bakal dilakukan Baek-moo.
Meski bermusuhan, Mae-hyang tidak
tinggal diam begitu mendengar petaka yang dialami Baek-moo dan langsung
bergerak cepat menghubungi Jeong-han. Sementara itu di kediaman kelompok Song
Do, Baek-moo minta ijin dilepaskan demi merasakan saat-saat terakhir di tempat
yang begitu dicintainya.
Siapa sangka, disana ia malah
bertemu Myeong-wol dan keduanya kembali beradu mulut. Sama-sama keras kepala,
Baek-moo akhirnya tinggal sendirian dengan meninggalkan dua hal : sebuah surat
yang dikirim ke Gae-soo dan buku tulis kosong dimana Myeong-wol alias Ji-ni
diminta untuk menuliskan gerakan tarian bangau yang sesungguhnya.
Mendadak tersadar apa maksud
Baek-moo yang sesungguhnya, Myeong-wol langsung bergegas kembali ke kamar sang
ketua namun yang dicari menghilang. Tidak cuma Myeong-wol dan para gisaeng,
Mae-hyang juga ikut bergegas menuju kelompok Song Do demi menyelamatkan sang
saudara seperguruan.
Namun, Baek-moo sudah memilih
jalan yang ingin ditempuhnya. Dengan mengenakan pakaian kebesarannya, ia
menarikan tarian bangau untuk terakhir kalinya sebelum kemudian terjun bebas
dari atas karang. Bisa dibayangkan, bagaimana terpukulnya semua orang melihat
yang kembali ke Song Do adalah jenazah sang ketua yang begitu dihormati.
Setelah Myeong-wol yang sempat
histeris karena tidak bisa menerima apa yang terjadi, diam-diam Mae-hyang yang
di masa lalu begitu memusuhi Baek-moo juga meneteskan air mata karena merasa
begitu kehilangan sang saudara seperguruan. Dengan sebuah perahu, Hyeon-geum
menebarkan abu sang ketua dengan perasaan yang begitu sedih.
Untuk kesekian kalinya, para
gisaeng yang sedang mengenakan pakaian putih tanda berduka dibuat marah oleh
kemunculan Myeong-wol dengan pakaian lengkap. Untungnya niat melampiaskan
kemarahan berhasil ditahan, karena Myeong-wol ternyata melakukan itu untuk
memberikan tarian persembahan untuk mengantar kepergian sang guru.
Hwang JIn Yi – Episode 19
Harga yang harus dibayar oleh
persaingan antara tarian bangau dan tarian genderang tidak main-main : siapa
yang penampilannya lebih disukai bakal mendapat jabatan sebagai ketua
perkumpulan gisaeng. Oleh rekan-rekannya, Myeong-wol diingatkan untuk bisa
menang demi mendiang Baek-moo.
Begitu hendak melangkah masuk,
ucapan Baek-moo kembali terngiang sehingga tanpa sadar air mata Myeon-wol
mengalir. Mae-hyang yang melihat semuanya menghibur gisaeng itu dengan mengatakan
bahwa tampil di hadapan putra mahkota degan sempurna bakal membuat arwah
Baek-moo senang. Aksi pertama dilakukan oleh Bu-yong yang membawakan tarian
genderang dengan nyaris sempurna dan mengundang pujian (meski melakukan satu
kesalahan kecil).
Reaksi berbeda diberikan putra
mahkota saat melihat buku tarian bangau, yang disebut begitu indah
sampai-sampai ingin bertemu dengan Baek-moo. Keruan saja, beban yang begitu
besar berada di pundak Myeong-wol. Namun saat hendak memulai, sindiran tajam
dari Gae-soo, yang menyebutnya sebagai penyebab kematian sang guru, membuat
Myeong-wol ambruk tak sadarkan diri.
Tanpa memperdulikan para menteri
yang lain, Jeong-han langsung membopong Myeong-wol. Bisa ditebak, desakan
supaya keduanya dihukum langsung disampaikan para petinggi dengan gencar.
Namun, ketulusan Jeong-han yang membela Myeong-wol dengan berlutut di depan
istana membuat hati putra mahkota luluh.
Dengan menahan geram, Jeong-han menemui Gae-soo dan meminta sang sahabat untuk tidak lagi mengusik Myeong-wol. Sementara itu, Myeong-wol yang baru sadar masih mengalami syok sehingga harus ditenangkan oleh Mae-hyang. Begitu ditinggal sendirian, ia menangis tersedu-sedu akibat hati yang begitu sakit karena telah ditingal sang guru Baek-moo.
Di kediamannya, Bu-yong tidak
habis pikir dengan putra mahkota yang tidak mempertanyakan gerakannya yang
berbeda dari buku tarian. Rupanya, siasat menukar jurus tarian genderang dengan
miliknya sendiri telah diketahui sang guru. Dengan nada pedas, Mae-hyang
menyebut tidak bakal menyerahkan kekuasaan kepada seseorang yang begitu haus
terhadap kekuasaan.
Setelah kembali ke kediaman
kelompok Song Do, Myeong-wol bagai orang linglung dengan berkeliaran sambil
menganggap Baek-moo masih hidup. Yang lebih mengenaskan lagi, rasa kehilangan
membuat gisaeng itu seolah kehilangan bakat seninya saat diminta tampil di
hadapan para pejabat.
Untungnya, Yi Saeng selalu ada
untuk melindungi sang majikan. Seolah tidak perduli dengan nasibnya, Myeong-wol
menghabiskan waktunya dengan minum arak sampai mabuk. Kabar tentang perubahan
yang terjadi pada sang gisaeng akhirnya sampai ke telinga Jeong-han, yang
secara khusus meminta Mae-hyang berkunjung ke kediaman kelompok Song Do.
Siapa sangka, Mae-hyang menolak
dengan alasan Myeong-wol harus menghadapi penderitaannya seorang diri dan malah
meminta Jeong-han untuk tidak ikut campur. Namun, kemunculan Yi Saeng membuat
Jeong-han berubah pikiran, ia langsung bergegas mendatangi Myeong-wol dan
begitu terkejut saat mendapati kamarnya sudah kosong dengan hanya meninggalkan
sepucuk surat. Rupanya, Myeong-wol ingin menyusul Baek-moo ke alam baka.
Hwang Jin Yi – Episode 20
Tidak terasa, tiga tahun telah
berlalu sejak Myeong-wol memutuskan untuk kabur dari profesinya sebagai gisaeng
dan pergi bersama Jeong-han. Selama itu pula, Gae-soo yang masih penasaran
bolak-balik ke kediaman kelompok Song Do dan memberi tekanan pada para
penghuninya.
Akibat uring-uringan, Gae-soo
melampiaskan kekesalannya pada Mae-hyang dan Bu-yong. Padahal di tempat lain, Myeong-wol
alias Ji-ni dan Jeong-han hidup bahagia di pinggir sebuah hutan meski sangat
sederhana. Bahkan, usaha banyak pihak dengan menempelkan pengumuman tidak dapat
mengubah keadaan.
Sikap Mae-hyang yang tetap kukuh
memegang jabatan ketua membuat Bu-yong panas, apalagi ia tahu kalau sang guru
lebih memfavoritkan Myeong-wol dan terus berusaha mencari rivalnya tersebut.
Namun, tiga tahun mampu mengubah Bu-yong yang semula menghalalkan segala cara
menjadi sosok yang memiliki sifat kompetitif tinggi.
Di tengah kebahagiaan yang
dirasakan, Jeong-han tahu kalau diam-diam Myeong-wol yang selalu berada
disisinya kehilangan masa-masa saat menjadi gisaeng terutama bermain kecapi.
Untuk menutupi kegundahannya, Jeong-han berusaha memfokuskan perhatiannya
dengan bekerja seperti rakyat kebanyakan dan mengajar baca-tulis.
Diam-diam, Jeong-han masih
berusaha meneruskan cita-cita yang dimilikinya saat menjadi pejabat yaitu
dengan menyebarkan rasa cinta yang begitu tinggi terhadap karya seni kepada
rakyat. Saat pulang, tanpa sengaja iamelihat Myeong-wol meneteskan air mata
saat menjemur pakaian. Dalam hati Jeong-han, ia sadar kalau perempuan yang
dicintainya itu tidak bisa melupakan kehidupan di kelompok Song Do.
Ketenangan kehidupan kedua sejoli
itu mulai mendapat gangguan ketika salah seorang murid Jeong-han mengajukan
nama sang guru pada pejabat setempat. Dengan halus, Jeong-han menolak tawaran
untuk mengabdi kepada negara dengan alasan dirinya berasal dari keluarga
pejabat yang pernah dibuang.
Di saat Jeong-han yang mulai ikut
memikirkan masa lalunya saat bersanding di sisi putra mahkota, Myeong-wol
dikejutkan dengan kabar dari kelompok Song Do yang menyebut bahwa Hyeon-geum
sang ibu sakit keras. Dengan bergegas, perempuan itu berniat pulang meski sudah
diingatkan oleh Jeong-han bahwa bukan tidak mungkin semua merupakan bagian dari
jebakan Gae-soo.
Secara kebetulan, kepergian
mereka berbarengan dengan terbongkarnya masa lalu keduanya oleh pejabat
setempat. Begitu kabar lokasi dimana Myeong-wol dan Jeong-han berada tersebar, berbagai
pihak langsung sibuk termasuk pihak yang mendukung mereka di istana. Secara
diam-diam, Mae-hyang mengutus orangnya ke kediaman Song Do.
Dengan menyamar, Jeong-han dan
Myeong-wol berusaha mengendap-ngendap masuk ke kota namun gagal karena
penjagaan anak buah Gae-soo yang begitu ketat. Keduanya akhirnya memutuskan
untuk meminta bantuan pihak kuil, dan secara tidak disengaja bertemu dengan
rombongan Hyeon-geum yang juga hendak menuju tempat yang sama.
Bisa dibayangkan, bagaimana
mengharukannya pertemuan antara ibu dan anak yang telah terpisah selama tiga
tahun. Sayang reuni keduanya tidak bisa berlangsung lama, karena Gae-soo telah
mencium rencana tersebut dan mengutus anak buahnya untuk menyusul ke kuil.
Untungnya, Jeong-han dan Myeong-wol bisa keluar sebelum terlambat.
Karena tidak ada tempat tujuan,
keduanya memutuskan untuk kembali ke desa tempat mereka sebelumnya tinggal.
Sayang, disana para prajurit telah menanti. Begitu mendengar apa yang terjadi,
Jeong-han yang sempat mampir ke sebuah tempat langsung bergegas pulang.
Tujuannya cuma satu : jangan sampai Myeong-wol yang tertangkap.
Hwang Jin Yi – Episode 21
Myeong-wol langsung berniat untuk
mengikuti jejak Jeong-han, namun disaat-saat genting tubuhnya langsung ditarik
oleh Yi Saeng yang mendadak muncul. Sebelum pergi, Jeong-han menitipkan sebuah
kecapi pada salah seorang muridnya, yang kemudian memberikannya pada
Myeong-wol.
Bisa ditebak, Myeong-wol terus
memaksa untuk bisa melihat Jeong-han untuk terakhir kalinya.
Dibawa ke ibukota, Jeong-han tetap bungkam meski disiksa saat ditanya soal keberadaan pasangannya. Dengan senyum licik, Gae-soo memerintahkan supaya pencarian terus dilakukan karena ia yakin betul Myeong-wol bakal muncul demi cinta sejatinya.
Dibawa ke ibukota, Jeong-han tetap bungkam meski disiksa saat ditanya soal keberadaan pasangannya. Dengan senyum licik, Gae-soo memerintahkan supaya pencarian terus dilakukan karena ia yakin betul Myeong-wol bakal muncul demi cinta sejatinya.
Bahkan di hadapan putra mahkota,
Jeong-han yang tetap bertahan meski disiksa habis-habisan menolak untuk memohon
supaya diampuni nyawanya. Yang tersenyum penuh kemenangan adalah Gae-soo, yang
berdiri disamping sang penguasa. Namun saat kembali, rombongannya dihadang oleh
Yi Saeng, yang dengan tangan kosong berhasil melumpuhkan semua pengawal dan
menggiring pejabat itu untuk menemui Myeong-wol.
Bertemu kembali dengan perempuan
yang dicintai sekaligus dibencinya, Gae-soo mati kutu ketika Myeong-wol meminta
dirinya untuk menyelamatkan Jeong-han. Orang kedua yang ditemui Myeong-wol
adalah musuh besarnya Bu-yong, yang meski benci namun tetap mengharapkan mantan
gisaeng itu untuk kembali ke posisinya.
Seperti yang bisa ditebak,
Myeong-wol meminta Bu-yong untuk menyampaikan keberadaannya pada Jeong-han.
Meski berat hati, murid Mae-hyang itu melakukan seperti yang diminta. Keesokan
harinya, Jeong-han kembali digeret ke hadapan putra mahkota untuk ditanyai
lokasi keberadaan Myeong-wol, namun pria itu tetap bungkam.
Harapan Myeong-wol supaya
Jeong-han mengatakan keberadaannya sia-sia, dengan hati pedih perempuan itu
menyesali kekerashatian sang pasangan. Dengan gusar, putra mahkota akhirnya
menjatuhkan hukuman mati pada Jeong-han, yang tetap menolak buka mulut meski sudah
diberi waktu tiga hari.
Begitu mendengar keputusan itu,
Mae-hyang langsung bergegas untuk menemui Myeong-wol dengan bantuan Bu-yong.
Seperti yang sudah diduganya, murid mendiang Baek-moo itu berniat untuk
mengakhiri nyawanya. Dengan jengkel, Mae-hyang langsung memarahi Myeong-wol
yang telah disayanginya seperti murid sendiri itu.
Sadar kalau kematian tidak akan
membawa perubahan terhadap nasib Jeong-han, Myong-wol mendengar kalau putra
mahkota bakal menggelar perjamuan bsar saat hukuman mati dilaksanakan. Sambil
memutar otak, Myeong-wol memutuskan untuk kembali menjadi penari. Dengan tekad
bulat, ia mendatangi kediaman Mae-hyang dan memohon supaya bisa dimasukkan
sebagai salah seorang penari di perjamuan dimana Jeong-han bakal dihukum mati.
Siapa sangka, Yi Saeng yang
semula dikira sebagai pengembara biasa ternyata adalah putra salah seorang
pejabat penting di kerajaan. Begitu sang ayah memintanya untuk kembali ke rumah
demi belajar menjadi seorang pegawai pemerintahan, Yi Saeng, yang tidak ingin
Myeong-wol mengalami nasib tragis, meminta supaya Jeong-han ditolong sebagai
imbalan. Sudah tentu, sang ayah kaget setengah mati dan menolaknya.
Kenekatan Mae-hyang untuk
memasukkan Myeong-wol sebagai penari membuat Bu-yong semakin sedih dan merasa
dicampakkan. Namun dengan sabar, sang guru menghapus air matanya yang jatuh dan
menyebut meski hal itu berarti bakal membuat Mae-hyang kehilangan nyawa, namun
ia bisa tenang karena Bu-yong bakal menggantikan posisi sebagai ketua. Setelah
itu, tugas berat untuk kembali melatih Myeong-wol dimulai.
Hwang Jin Yi – Episode 22
Niat putra mahkota untuk
menghukum mati Jeong-han sudah bulat meski Gae-soo sudah berulang kali
membujuk, dan memutuskan untuk menghadiri acara perjamuan. Bisa dibayangkan,
bagaimana perasaan sang penguasa saat tahu bahwa penari yang berada ditengah
adalah Myeong-wol.
Sambil membawa puisi buatannya,
Myeong-wol terus menari meski diiringi pandangan marah para pejabat yang hadir.
Efek yang diharapkan akhirnya terjadi, putra mahkota meneteskan air mata dan
akhirnya memutuskan untuk membatalkan hukuman bati sekaligus menyelamatkan
nyawa Jeong-han. Namun sebagai gantinya, Myeong-wol lah yang harus menanggung
hukuman berat.
Sebelum ditarik ke dalam penjara,
Mae-hyang menitipkan pesan pada Myeong-wol bahwa tarian perempuan itu telah
membuat semua (termasuk mendiang Baek-moo) bangga. Siapa sangka bahwa selain
Mae-hyang, Bu-yong, yang hatinya telah dibukakan dari ambisi, dan Gae-soo, yang
mulai percaya terhadap ketulusan cinta, juga berlomba-lomba untuk menyelamatkan
Myeong-wol.
Masih ada satu orang lagi yang
tergugah oleh pengorbanan Myeong-wol : putra mahkota, yang ternyata pernah
mencampakkan istrinya demi meraih kedudukan. Sang penguasa berniat untuk
menyelamatkan sang gisaeng dan Jeong-han yang disayanginya, namun siapa sangka
Myeong-wol malah menolak dengan alasan ingin kembali ke tempat pengajaran
sesuai dengan takdirnya sebagai seorang penghibur.
Kembali ke tempat pengajaran,
bisa dibayangkan bagaimana reaksi sang ibu begitu mendengar Myeong-wol telah
menolak kemurahan hati putra mahkota dan berada dalam keadaan mengandung.
Namun, Hyeong-geum tidak bisa berkata apa-apa ketika sang putri menegaskan
bakal langsung menghilang selamanya begitu kabar tentang dirinya yang
mengandung didengar oleh Jeong-han.
Sebagai usaha terakhir,
Myeong-wol meminta bantuan Yi Saeng, yang ayahnya merupakan menteri yang selalu
berseberangan dengan keinginan putra mahkota, untuk bisa kembali menjadikan
Jeong-han sebagai menteri. Dengan imbalan kembali belajar untuk menjadi
pejabat, permintaan itu akhirnya dikabulkan.
Sudah tentu, kembalinya Jeong-han sebagai pejabat membuat dirinya jadi pergunjingan banyak pihak. Namun hal itu sama sekali tidak diperdulikan oleh sang menteri, yang malah melangkahkan kakinya ke tempat pengajaran dan melihat Myeong-wol sedang menemani dua orang tamu keluar.
Usahanya untuk mengutus orang
menemui Myeong-wol menemui jalan buntu, perempuan yang dicintainya itu menolak
untuk bertemu muka. Siapa sangka, orang yang menghibur Jeong-han di saat-saat
buruk adalah Gae-soo, yang kembali mengingatkan sang sahabat akan apa yang
pernah diucapkan : Myeong-wol tidak bisa dimiliki siapapun.
Dengan siasatnya, Jeong-han
berhasil menggiring Myeong-wol untuk menghiburnya. Masih berusaha untuk kembali
memenangkan hati perempuan yang dicintainya itu, hati Jeong-han makin sakit
karena keinginannya ditanggapi dingin oleh Myeong-wol. Sayang, niat tersebut
gagal total karena belakangan Jeong-han mengetahui kalau Myeong-wol telah
mengandung.
Hwang JIn Yi – Episode 23
Keruan saja, Jeong-han langsung
membopong tubuh Myeong-wol dengan panik ke kediaman Mae-hyang. Setelah
diperiksa, dokter menyatakan bahwa meski gisaeng itu berhasil diselamatkan,
namun tidak demikian dengan bayi yang dikandungnya. Bisa dibayangkan, betapa
terpukulnya Jeong-han dan (terutama) Myeong-wol.
Untungnya, Myeong-wol dihibur
oleh Dan-shim alias Gae-dong. Begitu mendengar sang sahabat baik membawa
putranya, Myeong-wol meminta ijin untuk bisa menggendong anak yang masih kecil
itu. Sambil memeluk dengan erat, gisaeng itu meneteskan air mata karena tahu
kalau dirinya tak mungkin bisa melakukan hal tersebut pada buah hatinya yang
telah tiada.
Tergerak oleh pemandangan
mengharukan itu, Dae-shim memberanikan diri untuk mengajak sang putra menemui
Gae-soo. Sempat ragu begitu melihat sosok yang dicarinya, siapa sangka hati
Gae-soo telah berubah lembut dan menyebut siap mengasuh anak tersebut asalkan
Dan-shim, yang terus mencucurkan air mata karena terharu, tidak keberatan.
Dengan sepucuk surat, Myeong-wol
meminta supaya Jeong-han datang ke rumah dimana mereka tinggal saat bersembunyi
selama 3 tahun demi mengantar kepergian janin yang dikandung dengan musik.
Diiringi dengan petikan harpa dan tipuan seruling, keduanya sepakat untuk
melepas saat-saat bahagia.
Setelah itu, Myeong-wol kembali
ke kehidupan semulanya sebagai seorang gisaeng. Dan sama seperti dulu, begitu
banyak tawaran yang masuk untuk bisa melihat kemampuan seninya yang begitu
tinggi. Tawaran itu pula yang membuat Bu-yong kembali terbuka luka lamanya, ia
tidak habis pikir kenapa begitu banyak orang yang mencintai Myeong-wol.
Bedanya, kali ini Bu-yong
langsung mendatangi Myeong-wol dan bicara empat mata. Sambil minum arak
bersama, Myeong-wol mengeluhkan tentang reaksi publik yang berlebihan. Siapa sangka,
ucapannya itu malah mendapat tanggapan negatif dari Bu-yong, yang menyebut
kalau keberuntungan rivalnya itu malah membuat gisaeng yang lain tenggelam.
Kegagalan, ditambah posisi
Myeong-wol yang semakin bagus sebagai salah seorang pengajar, membuat Bu-yong
patah semangat dan menghabiskan waktunya dengan mabuk-mabukan. Aksi itu
langsung dicela oleh Mae-hyang, yang menyebut bahwa pertarungan belum berakhir
dan sang murid harus berusaha sampai titik darah penghabisan.
Untuk membangkitkan semangat
Bu-yong, Mae-hyang memutuskan untuk menggelar kompetisi diantara sang murid dan
Myeong-wol dengan jabatan ketua gisaeng sebagai taruhannya. Sebagai juri, akan
dipilih orang-orang yang kompeten dan bukan para pejabat yang sudah jelas-jelas
bakal memihak Myeong-wol.
Berbeda dengan Bu-yong yang
memutuskan untuk membuat terobosan dengan menggabungkan tarian genderang dan
bangau, Myeong-wol malah menari didepan orang banyak di tengah pasar demi
mencari kelemahan dirinya. Diingatkan oleh Mae-hyang, Bu-yong sadar kalau persaingan
bakal semakin berat.
Diantara sekian banyak yang
memuji penampilannya, ternyata ada satu orang yang dengan berani menyebut kalau
Myeong-wol tak lebih dari sekedar perempuan penghibur dan penjaja arak belaka.
Ucapan itu kontan membuat Myeong-wol terpukul, dan nekat melepas semua atribut
yang menempel ditubuhnya dan hanya mengenakan topeng saat kembali menari
ditengah pasar. Kali ini, reaksi publik benar-benar tidak diduga.
Hwang Jin Yi – Episode 24 [Finale]
Sempat adu mulut dengan Bu-yong
soal definisi seorang penghibur yang sebenarnya, Myeong-wol nekat meninggalkan
tempat pengajaran untuk mendatangi pria yang telah membuka matanya. Dengan
wajah serius, Myeong-wol menyebut bakal meninggalkan kebiasaan lamanya demi
menjadi seniman yang sesungguhnya.
Sadar akan ancaman yang dihadapi,
Bu-yong juga tidak mau kalah dan memutuskan untuk memperdalam ilmu menarinya ke
sebuah tempat pengajaran terkenal. Bagaimana dengan Myeong-wol? Gisaeng itu
nekat menari tanpa diiringi alat musik ditengah keramaian, dan hasilnya sudah
bisa ditebak.
Dengan hanya mengandalkan uang
hasil tarian untuk hidup sehari-hari, hasilnya Myeong-wol tidak makan selama
beberapa hari. Meski begitu, ia tetap ngotot menari sampai akhirnya terjatuh
karena lemas. Melihat kegigihan hatinya, pria yang membukakan mata Myeong-wol
menyuruh sang murid untuk membopong gisaeng itu untuk dirawat.
Begitu sadar, Myeong-wol langsung
tersentak ketika disebut diri dan tariannya dipenuhi oleh kesombongan sehingga
sampai kapanpun, tariannya tidak akan menghasilkan uang. Ucapan yang terus
terngiang itu membuat dirinya kembali ke pasar, namun hanya bisa terduduk
menatap mangkuk sedekah sambil memikirkan apa yang salah pada dirinya.
Ketika kembali ke kediaman sang
penolong, Myeong-wol kembali dibukakan matanya ketika pria yang dihormatinya
itu menyebut bahwa orang yang bijaksana sekalipun selalu belajar dari orang
lain setiap harinya. Setelah melihat bunga krisan yang mekar ketika dimasukkan
ke dalam minuman, gisaeng terkenal itu akhirnya tahu apa yang harus dilakukan.
Dengan hanya meninggalkan sepucuk
surat, Myeong-wol meneruskan pengembaraannya untuk mencari arti seni yang
sesungguhnya dengan menjadi rakyat jelata dan hidup seperti kebanyakan orang.
Tidak terasa, hari kompetisi yang telah ditunggu-tunggu akhirnya tiba dimana
seluruh kelompok hiburan berkumpul.
Namun hingga waktu adu
ketrampilan untuk menentukan siapa yang pantas menduduki jabatan ketua, hanya
Bu-yong yang muncul. Menolak untuk langsung membuat keputusan, Mae-hyang
meminta muridnya itu untuk unjuk kebolehan. Sudah tentu, kesempatan tersebut
langsung digunakan Bu-yong untuk menunjukkan hasil latihannya selama ini dan
aksinya benar-benar tidak mengecewakan.
Terdesak untuk segera mengumumkan
hasilnya, Mae-hyang dan yang lain dikejutkan oleh kemunculan Myeong-wol (yang
tidak berdandan sama sekali). Kejutan berikut kembali terjadi, Myeong-wol yang
datang terlambat menolak untuk berias karena menurutnya bagi seorang seniman
yang menamakan dirinya terbaik, penampilan luar sama sekali tidak penting.
Tidak cuma itu, Myeong-wol juga
mengaku tidak punya buku dan tema tarian. Sudah tentu, ucapan tersebut langsung
memancing kemarahan ketua kelompok penghibur lain. Tidak memperdulikan yang
lain, Mae-hyang yang tahu akan kemampuan Myeong-wol memintanya untuk meneruskan
tarian dengan sanksi berat bila gagal. Tidak cuma itu, Myeong-wol juga harus
menari tanpa iringan musik.
Disinilah kejeniusan Myeong-wol
sebagai seorang penari terlihat. Gerakannya mampu membuat yang menyaksikan
seolah menemukan irama, sampai-sampai para pengiring tanpa dikomando mulai
memainkan alat musik mereka. Ketiak tariannya berakhir, orang pertama yang
memberi aplaus adalah Bu-yong.
Setelah berembuk, Mae-hyang
mengeluarkan keputusan : Bu-yong terpilih sebagai ketua. Kontan, keputusan itu
ditentang oleh Bu-yong sendiri. Namun alasan yang diajukan sangat masuk akal :
seorang ketua harus bisa mengawasi orang-orang yang memiliki bakat tari
menonjol dan membantu mereka berkembang. Hal itulah yang telah ditunjukkan oleh
Bu-yong, yang merupakan orang pertama yang bisa melihat kehebatan Myeong-wol
sebagai penari.
Senyuman tulus Myeong-wol, yang
bisa menerima keputusan dengan lapang dada, langsung berubah saat keluar begitu
mendapat berita kalau Hyeon-geum sekarat. Setelah menyentuh wajah putri yang
begitu disayanginya, Hyeong-geum akhirnya menghembuskan napas terakhir.
Tidak kuat lagi menahan pukulan
beruntun, Myeong-wol mendatangi pria yang pernah menolongnya dan menangis
tersedu-sedu. Menyebut bakal bangkit lagi, gisaeng itu mengatakan bakal
mengamalkan tiga prinsip hidupnya : mengalir seperti air, memegang prinsip yang
telah diajarkan pria yang sudah dianggap sebagai gurunya itu, dan menyerahkan
hidup pada orang yang bersedia menangis dan tertawa bersamanya.
Tidak terasa, beberapa tahun
telah berlalu. Bu-yong dan para murid-muridnya melewati sebuah pasar, namun
perhatian publik justru malah jatuh pada suara musik ditengah tempat tersebut
dimana orang-orang menari dengan gembira dengan Myeong-wol sebagai yang
terdepan.
Melihat senyum Myeong-wol yang
tulus, Bu-yong menjawab pertanyaan salah seorang muridnya bahwa perempuan yang
mampu menyedot perhatian khalayak ramai itu adalah sahabat baik sekaligus
satu-satunya rival yang mampu menandingi kemampuannya. Yang terpenting,
Myeong-wol jugalah satu-satunya penari yang tidak mampu ditahan oleh sebuah
institusi bernama tempat pengajaran saking tingginya bakat yang dimiliki.
T A M A T